Bisnis.com, JAKARTA — Turunnya nilai emisi obligasi korporasi di awal tahun ini ditengarai disebabkan oleh sikap emiten yang cenderung khawatir dan menunggu hasil pemilu sebelum kembali menjajaki pasar menerbitkan surat utang.
Berdasarkan data OJK, hingga Februari 2019, nilai emisi obligasi dan sukuk korporasi baru mencapai Rp14,02 triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sudah berhasil mencapai Rp21,27 triliun.
Fikri C. Permana, Ekonomi Pemeringkat Efek Indonesia, mengatakan bahwa minimnya emisi obligasi dan sukuk korporasi pada awal tahun ini kemungkinan penyebab utamanya adalah karena sikap investor yang cenderung menunggu hingga pemilu usai.
Kendati begitu, dirinya meyakini minat emiten untuk menerbitkan obligasi tetap akan tinggi tahun ini, karena kebutuhan pembiayaan kembali utang jatuh tempo atau refinancing, serta aksi ekspansi baru tetap mengharuskan mereka menerbitkan utang baru.
“Mungkin bulan Maret kita bisa melihat nilai emisi yang lebih tinggi,” katanya kepada Bisnis.com, dikutip Rabu (21/3/2019).
Fikri mengatakan, peluang bagi penurunan imbal hasil cukup terbuka di sisa tahun ini, sebab ada indikasi The Fed tidak akan terlalu agresif menaikkan suku bunga acuannya hingga akhir tahun. Bila The Fed tidak menaikkan suku bunga, besar kemungkinan Bank Indonesia justru akan menurunkan suku bunga acuan sehingga mendorong penurunan yield surat utang negara (SUN).
Turunnya yield SUN tentu akan turut menurunkan yield obligasi korporasi. Ini akan menguntungkan bagi korporasi yang baru menerbitkan surat utang, sebab bisa menikmati biaya dana yang lebih murah.
Pefindo mencatat nilai jatuh tempo surat utang korporasi tahun ini tidak kurang dari Rp112,4 triliun. Proyeksi nilai emisi obligasi korporasi hingga akhir tahun ini akan mencapai Rp135,2 triliun, tidak jauh berbeda dibandingkan realisasi tahun lalu Rp135,0 triliun.