Bisnis.com, JAKARTA – Mayoritas logam dasar menghijau di bursa London Metal Exchange seiring dengan melemahnya dolar AS dan meningkatnya sentimen investor setelah proposal kesepakatan Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Inggris Theresa May ditolak oleh parlemen untuk kedua kalinya.
Kepala Riset Logam Non-Ferrous Everbright Futures Shanghai Xu Maili mengatakan bahwa pelemahan dolar AS telah membuat logam yang berbasis greenback menjadi lebih murah untuk pemegang mata uang lainnya.
“Perubahan kesepakatan Brexit pun memberikan dukungan pada harga logam, karena menekan pound sterling di sisi lain,” ujar Xu seperti dikutip dari Reuters, Rabu (13/3/2019).
Pada perdagangan Rabu (13/3/2019) pukul 17.23 WIB, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan mata uang mayor bergerak melemah 0,08% menjadi 96,8540.
Selain itu, dia juga mengatakan sentimen pasar secara keseluruhan tengah memanas yang juga tercermin tidak hanya pada logam industri, tetapi juga pada komoditas lain seperti harga minyak mentah hingga pasar ekuitas.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Selasa (12/3/2019), harga logam dasar di bursa London Metal Exchange (LME) menguat, dengan kinerja penguatan terbaik dipimpin oleh seng yang menguat 3,65% menjadi US$2.838 per ton, disusul oleh nikel yang menguat 1,59% menjadi US$13.105 per ton, dan aluminium yang menguat 1,41% menjadi US$1.873 per ton.
Baca Juga
Kemudian, harga timah menguat 1,31% menjadi US$21.325 per ton, tembaga yang menguat 1,01% menjadi US$6.472 per ton, dan posisi terakhir diduduki oleh timbal yang hanya menguat 0,48% menjadi US$2.085 per ton.
Di sisi lain, mengutip Bloomberg, CEO LME Matthew Chamberlain mengatakan bahwa pihaknya telah mempersiapkan strategi untuk hasil apapun yang akan muncul dari rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa, termasuk jika terjadi hard Brexit ataupun Brexit tanpa kesepakatan perdagangan sekalipun.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa penguatan logam dasar kali ini hanya karena dolar AS yang melemah akibat imbas teknikal dari penguatan yang cukup tinggi dolar AS pada perdagangan Selasa (12/3/2019) sehingga dimanfaatkan pasar untuk mengambil posisi jual untuk dolar AS.
“Kemungkinan besar pada perdagangan selanjutnya, harga komoditas akan melemah. Hal tersebut karena saat ini pasar belum merespon secara sepenuhnya terhadap sentimen Brexit,” ujar Ibrahim saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (13/3/2019).
Dia mengatakan jika pasar sudah mulai merespon maka dolar AS akan berbalik positif sehingga komoditas yang diperdagangkan menggunakan greenback akan segera jatuh berguguran, termasuk komoditas logam.
Dia juga memprediksi akan terjadi banyak aksi profit taking pada beberapa perdagangan ke depan menyusul ketidakpastian Brexit dan negosiasi perang dagang.
Sebagai informasi, proposal terkait dengan kesepakatan Brexit yang diajukan oleh Perdana Menteri Inggris Theresa May kembali ditolak oleh parlemen untuk kali kedua.
Kemudian, anggota parlemen dijadwalkan untuk melakukan pengambilan suara lagi pada Rabu (13/3/2019) waktu Inggris untuk memilih apakah Inggris harus keluar dari blok perdagangan terbesar di dunia tanpa kesepakatan sebelum KTT Uni Eropa yang akan diselenggarakan pada 21-22 Maret 2019.
Adapun, perbandingan suara kesepakatan Brexit kali ini masih cukup jauh dan May dinilai mengalami kekalahan yang memalukan untuk kedua kalinya, dengan hanya 242 suara yang setuju dengan proposal dan sebanyak 391 suara menolak proposal baru yang diajukan Theresa May.