Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah meramu terobosan baru terkait dengan pemberian ganti rugi kepada investor akibat tindak pidana di pasar modal.
Aturan baru itu disebut Disgorgement Fund, di mana pelaku yang melakukan tindak pidana di pasar modal atau yang melanggar aturan dan Undang-Undang akan dikenakan kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan (korban).
Adapun, yang terjadi selama ini adalah pihak korban hanya dapat menelan kerugian begitu saja tanpa ada sepeser pun yang kembali.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan Hoesen menjelaskan, Disgorgement Fund diharapkan dapat meyakinkan investor—khususnya investor ritel—untuk merasa aman masuk ke pasar modal.
“Disgorgement Fund ini masih akan kami bicarakan terkait dengan inisiatif kami, saat ini kan kerugian-kerugian investor sulit untuk diklaim,” tuturnya, Senin (18/2/2019).
Merujuk kepada praktik aturan Fair Fund and Disgorgement Plans milik Komisi Bursa dan Sekuritas (SEC) Amerika Serikat, OJK berniat untuk membentuk Disgorgement Fund di Indonesia agar pelaku-pelaku yang melanggar ketentuan aturan dapat dikenakan kewajiban untuk mengganti rugi akibat tindak pidana yang dilakukan.
Baca Juga
Mekanismenya, merujuk kepada praktik di Negeri Paman Sam, para pelaku tindak pidana di pasar modal akan mengumpulkan dana ganti rugi lewat Disgorgement Fund, di bawah kendali regulator, yang kemudian dana tersebut bakal didistribusikan kepada pihak yang dirugikan (publik) lewat klaim.
Namun demikian, Hoesen mengaku dasar hukum untuk aturan tersebut masih ditelaah. “Ini masih dalam konsep penjajakan mengingat harmonisasi dengan semua ketentuan yang ada di Indonesia,” imbuhnya.
Dia melanjutkan, sewajarnya memang harus ada regulasi baru dan dasar kewenangan terkait dengan Disgorgement Fund tersebut.
Lebih lanjut, Hoesen menegaskan, ganti rugi yang diatur dalam Disgorgement Fund tidak berlaku untuk kerugian yang disebabkan oleh fluktuasi harga saham dan kesalahan cara investasi dari investor.
“Rugi karena salah beli saham karena harga naik-turun itu wajar. Tapi, rugi karena tindak pidana yang dilakukan pelaku pidana ini yang coba kita bahas,” imbuhnya.
Mengingat selama ini hanya pihak pelaku tindak pidana yang menjadi sorotan ketika ada tindak pidana di pasar modal, kini OJK berusaha untuk memberikan kejelasan bagi sisi yang dirugikan.
Realisasi praktik ke depannya pun masih belum diputuskan. Akankah pelaku tindak pidana di pasar modal cukup mengganti kerugian dan masalah hukumnya diselesaikan atau pelaku yang sudah mengganti kerugian akan tetap melanjutkan proses hukumnya lewat pengadilan.
“Selama ini yang terjadi kan sampai diproses aja. Kalau hukum di pengadilan, nasib investornya begitu saja ya [kerugiannya] tidak kembali,” kata Hoesen.
Oeh karena itu, Hoesen mengungkapkan nantinya akan diadakan jajak pendapat publik (public hearing) untuk menyempurnakan mekanisme aturan tersebut sambil diharmonisasikan dengan UU dan aturan yang sudah ada lainnya.
Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal IIB OJK Djustini Septiana menambahkan, saat ini OJK memang tengah berdiskusi untuk mencari jalan agar investor yang dirugikan oleh sistem perdagangan bisa mendapatkan ganti kerugian oleh pihak yang membuat kerugian.
Dia menjelaskan, terdapat dua faktor yang mendorong OJK mengambil langkah tersebut. Pertama, Disgorgement Fund telah menjadi praktik di lingkup internasional. Kedua, telah banyak keluhan dan masukan dari pihak yang terkait supaya OJK lebih melindungi investor ritel.
“Kami baru mencoba menyusun. Kalau misalnya jadi, jadi payung hukum, nah apakah mungkin kita bisa melakukan seperti di AS,” tuturnya.