Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gara-gara AS, Impor Kedelai China Turun

Impor kedelai China turun 13% pada Januari dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, data bea cukai menunjukkan pada Kamis (14/2/2019).
Perajin membuat tempe berbahan baku kedelai impor di kampung sukamaju, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7/2018)./ANTARA-Adeng Bustomi
Perajin membuat tempe berbahan baku kedelai impor di kampung sukamaju, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/7/2018)./ANTARA-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA – Impor kedelai China turun 13% pada Januari dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya, data bea cukai menunjukkan pada Kamis (14/2/2019).

Hal ini karena bea masuk yang besar dibebankan pada pengiriman dari Amerika Serikat, produsen kedelai terbesar di dunia.

Dilansir dari Reuters, Kamis (14/2/2019), China membawa 7,38 juta ton kedelai pada Januari. Jumlah itu turun dari 8,48 juta ton setahun sebelumnya, data awal dari Administrasi Umum Bea Cukai menunjukkan. Impor Januari naik 29% dari 5,72 juta ton pada Desember.

“Angka itu lebih tinggi dari yang diharapkan,” kata Monica Tu, analis dari Shanghai JC Intelligence Co.

China, pembeli kedelai utama dunia. Negara itu biasanya mengimpor sebagian besar minyak sayurnya dari Amerika Serikat pada periode Oktober-Januari setelah panen AS.

Namun, pembelian kedelai Amerika anjlok hingga 2018 karena pembeli menghindari muatan A.S. di tengah tarif dan perang dagang antara Beijing dan Washington. Departemen bea cukai tidak mengungkapkan asal impor dalam data awal.

Kedua negara kemudian menyetujui gencatan senjata perdagangan pada 1 Desember, dan perusahaan-perusahaan China sejauh ini membeli sekitar 10 juta ton kedelai AS untuk pengiriman pada bulan-bulan pertama 2019, meskipun tarif 25 % untuk pengiriman A.S. tetap berlaku.

Para analis memperkirakan, impor biji minyak ini diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang karena panen baru dari Brasil memasuki pasar dan pengiriman A.S. sudah masuk ke bea cukai China.

Stok kedelai nasional mingguan China berada di 6,19 juta ton pada 29 Januari, turun dari rekor tertinggi pada Oktober, tetapi masih di atas level Januari di tahun-tahun sebelumnya.

Namun, permintaan biji minyak ini biasanya melemah setelah liburan Tahun Baru Cina, yang jatuh pada awal Februari tahun ini, sementara wabah demam babi Afrika yang menyebar cepat juga dapat mengurangi konsumsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Gajah Kusumo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper