Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) tergelincir dan berakhir di posisi lebih rendah pada perdagangan Kamis (31/1/2019). Namun minyak AS masih membukukan kenaikan terbaiknya untuk Januari di tengah upaya OPEC mengurangi kelebihan suplai.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Maret 2019 ditutup turun 44 sen di level US$53,79 per barel di New York Mercantile Exchange. Meski demikian, WTI membukukan kenaikan bulanan terbesarnya untuk Januari sejak 1983.
Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman Maret 2019, yang berakhir pada Kamis (31/1), mampu ditutup menguat 24 sen di level US$61,89 per barel di ICE Futures Europe exchange London.
Kontrak berjangka Brent telah naik 15% sepanjang Januari. Minyak acuan global ini diperdagangkan premium sebesar US$8,10 terhadap WTI. Namun harga Brent untuk kontrak yang lebih aktif April 2019 turun 70 sen ke level US$60,84.
Minyak WTI di New York tergelincir pada Kamis malam, setelah pemerintah melaporkan peningkatan produksi AS ke level tertingginya sepanjang masa pada November 2018.
Kendati demikian, patokan harga minyak mentah West Texas Intermediate mampu mengakhiri bulan itu dengan kenaikan sebesar 18%, sekaligus memulihkan sekitar sepertiga dari penurunan akhir tahun lalu di tengah kekhawatiran kelebihan suplai global.
Pada Rabu (30/1), bank sentral AS Federal Reserve mengisyaratkan terhentinya siklus pengetatan suku bunga untuk saat ini. Sentimen positif untuk minyak juga didorong laporan yang menunjukkan kuatnya permintaan untuk bensin dan pertumbuhan yang lebih kecil dari perkiraan untuk pasokan minyak mentah.
“Laporan kemarin [Rabu] adalah sesuatu yang besar. Jumlah minyak mentah lebih kecil daripada yang dilihat kebanyakan orang dan penurunan suplai bensin sangat besar.” kata Bob Yawger, direktur divisi berjangka di Mizuho Securities USA.
Harga minyak telah bangkit tahun ini setelah anjlok hampir 40% pada kuartal terakhir 2018. Penurunan itu mendorong Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk berkomitmen membatasi produksi guna membantu mengimbangi pertumbuhan produksi Amerika.
Impor minyak mentah dari Arab Saudi ke Amerika Serikat dilaporkan turun lebih dari separuh jumlah impor pekan sebelumnya menjadi 442.000 barel per hari.
Penurunan pengiriman dari Arab Saudi memberi beberapa bukti nyata bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia, dan produsen besar lainnya membawa dampak dengan kesepakatan yang mereka buat tahun lalu untuk mengurangi kelebihan suplai minyak dari pasar global.
Di sisi lain, krisis politik di Venezuela mengancam untuk membatasi pasokan minyak lebih lanjut, sementara pertanyaan apakah AS dan China dapat menyelesaikan konflik perdagangan mereka tetap menjadi hal penting bagi sentimen permintaan.
“Venezuela memberi kami kepercayaan terhadap pandangan bullish kami untuk minyak mentah," tulis analis Bank of China International, Xiao Fu, dalam sebuah laporan.
“Gangguan tersebut akan menghantam saham-saham dengan transparansi tinggi di Teluk AS, yang sudah menjadi target aksi Saudi.”