Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Respons RDG The Fed: Pasar Obligasi Domestik Masih Berpotensi Menguat

Keputusan Rapat Dewan Gubernur The Fed dan Bank Indonesia pekan ini akan memberi arah kepastian baru bagi pasar obligasi dalam negeri, sehingga bisa diharapkan akan menguat hingga akhir tahun ini, kendati tidak sampai mencatatkan return positif dibandingkan dengan 2017.

Bisnis.com, JAKARTA— Keputusan Rapat Dewan Gubernur The Fed dan Bank Indonesia pekan ini akan memberi arah kepastian baru bagi pasar obligasi dalam negeri, sehingga bisa diharapkan akan menguat hingga akhir tahun ini, kendati tidak sampai mencatatkan return positif dibandingkan dengan 2017.

Desmon Silitonga, analis Capital Asset Management, mengatakan bahwa perubahan suku bunga The Fed pada akhir tahun ini relatif sudah tidak akan terlalu besar lagi dampaknya bagi pasar surat utang domestik.

Pasalnya, pelaku pasar umumnya sudah memfaktorkan kenaikan Fed Fund Rate pada akhir tahun ini ke dalam portofolio, mengingat sejak 2015 The Fed memang selalu menaikkan FFR pada pengujung tahun.

“Kalaupun naik, saya melihat market kita tidak akan terlalu besar volatilitasnya pada akhir tahun ini. Mungkin ada penurunan, tetapi mirip-mirip seperti pada November atau Oktober. Signifikansinya tidak akan terlalu besar, market-nya sudah ambil strategi dahulu,” katanya, Selasa (18/12).

Desmon menilai, window dressing yang terjadi di pasar surat utang pada akhir tahun ini pun tidak sesuai dengan ekspektasi. Dia tidak berharap pasar akan jor-joran melakukan window dressingdalam beberapa hari terakhir menjelang akhir tahun.

Defisit neraca perdagangan yang diumumkan BPS awal pekan ini menjadi sentimen negatif ynag menghmbat pasar surat utang naik lebih tinggi, sebab defisit ini akan meningkatkan ekspektasi pelebaran CAD dan pelemahan rupiah.

Hanya saja, dibandingkan dengan instrumen saham, investor asing terlihat masih lebih meminati instrumen surat utang negara (SUN) Indonesia. Tercatat, investor asing masih net buy Rp56,18 triliun sepanjang tahun ini hingga Jumat (14/12), kendati lebih rendah dibandingkan net buy 2017 yang mencapai Rp168,88 triliun. Di pasar saham, sepanjang tahun berjalan, asing justru tercatat net sell Rp49,55 triliun.

Penyebabnya antara lain tingginya spread antara yield SUN dengan US Treasury, yang bahkan mencapai kisaran 500 bps. Ini merupakan spread tertinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya yang masuk kategori layak investasi. Hal ini menyebabkan SUN menjadi sangat menarik.

Desmon mengatakan, investor asing masih akan memantau perkembangan pergerakan rupiah hingga akhir tahun merespons keputusan The Fed. Bila The Fed akhirnya memutuskan menaikkan FFR, hal itu mungkin akan sedikit menekan kurs rupiah.

“Skenario terburuk, yield SUN [10 tahun] hingga akhir tahun ini akan mencapai 8,5%, tetapi kita berharap masih bisa berakhir pada level 7,9% - 8,0%. Rupiah masih kami ekspektasikan pada level Rp15.000 hingga Rp14.900,” katanya.

Adapun, pada perdagangan Selasa (18/12), yield SUN 10 tahun ditutup pada level 8,12%. Padahal, beberapa pekan sebelumnya, yield SUN 10 tahun sudah sempat bergerak di bawah 8% menuju titik support 7,6%.

Sementara itu, pada hari yang sama Indeks Obligasi Komposit Indonesia (ICBI) ditutup pada level 238,644. Level ini mencerminkan tingkat return negatif sebesar 1,83% dibandingkan posisi akhir 2017.

Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa kondisi makroekonomi Indonesia saat ini tidak cukup kuat untuk menopang penguatan harga lanjutan SUN hingga akhir tahun ini.

Hal itu tercermin dari defisit neraca perdagangan November 2018 yang mencapai US$2,05 miliar. Kinerja ekspor tidak tumbuh sebagaimana diharapkan seiring turunnya harga komoditas unggulan ekspor Indonesia. Impor yang lebih tinggi akan makin menggerus cadangan devisa.

Menurutnya, hal ini menyebabkan potensi kenaikan BI 7 DRR menjadi semakin besar dalam rangka untuk menjaga arus modal tidak keluar. Pasar membutuhkan kestabilan sehingga langkah itu mungkin saja diambil BI.

Sementara itu, potensi kenaikan The Fed dalam RDG pekan ini masih tetap terbuka, kendati potensi kenaikan tersebut mulai menurun. Berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini The Fed sudah agresif menaikkan suku bunga di pertengahan tahun, sehingga ada peluang kenaikan justru tidak lagi terjadi pada akhir tahun.

“Hal yang kita butuhkan hanya kepastian saja. Dua tahun terakhir mereka tunda kenaikan dan baru naik di akhir tahun, sehingga ketidakpastian pasar sangat panjang. Tahun ini mereka sudah naikkan 3 kali, jadi keputusan di akhir tahun mestinya akan direspon positif market karena ada kepastian baru,” katanya.

Ramdhan juga sependapat bahwa yield SUN 10 tahun hingga akhir tahun ini masih berpotensi turun lagi hingga mencapai 7,9%—8,0%. Hal ini justru menjadi kesempatan yang sangat baik bagi investor lokal untuk masuk ke pasar, terutama IKNB yang harus memenuhi kewajiban alokasi 30% portofolio di SBN.

I Made Adi Saputra, Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas, mengatakan bahwa RDG memang menjadi salah satu faktor yang ditunggu pelaku pasar pada akhir tahun ini, sehingga aktivitas perdagangan di awal pekan ini cenderung terbatas.

Semula, pasar berharap akan ada penguatan harga SUN di akhir tahun, apalagi pemerintah telah membatalkan sisa lelang sehingga pasokan semakin terbatas. Namun, penguatan yang terjadi pada rupiah belum benar-benar teruji dan terbukti masih rentan terhadap sentimen negatif eksternal. Alhasil, pasar SUN domestik melemah lagi.

“Penguatannya kemarin fundamentalnya belum cukup kuat. Belum ada perbaikan yang signifikan pada CAD, hanya ada paket kebijakan yang memang membantu setidaknya, tetapi fundamental rupiahnya belum ada yang improve. Kita tertolong karena inflow asing,” katanya.

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper