Bisnis.com, JAKARTA – Harga kedelai mengalami kenaikan setelah mengalami short covering menuju hari libur Thanksgiving di AS. Pasar masih memperhatikan tensi dagang antara Amerika dan China menuju pertemuan G20 di Argentina pada akhir bulan ini.
Sejumlah sinyal yang bertentangan muncul dalam perkembangan hubungan dagang antara kedua negara itu dalam beberapa pekan terakhir. Namun, Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping diperkirakan membentuk diskusi terkait dengan perdagangan.
Analis Brownfield John Perkins mengatakan bahwa perkembangan panen komoditas pertanian pada pekan ini diperkirakan akan bercampur, dengan adanya pertumbuhan yang lebih baik di satu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya.
“Produksi tepung kedelai dan minyak kedelai diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan produk lain,” paparnya, dilansir dari Reuters, Kamis (22/11/2018).
Dari Amerika Selatan, beberapa proyeksi akan kekeringan di Argentina berbanding terbalik dengan musim hujan yang akan melanda bagian Utara Brasil.
Harga kedelai di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) pada Kamis (22/11) mengalami kenaikan 2 poin atau 0,23% menjadi US$883 sen per bushel dan turun 7,22% sepanjang 2018 berjalan.
Dari komoditas jagung, short covering dan pembelian teknikal mengalami kenaikan dengan volume perdagangan menipis mejelang hari libur Thanksgiving di AS. Pergerakan harga jagung juga memperhatikan aktivitas panen, yang juga mengalami perkembangan bercampur.
Beberapa trader memperkirakan adanya penimbunan di sejumlah bagian di Midwest mulai akhir pekan ini. Adapun, etanol berjangka juga ikut mengalami kenaikan harga. Energy Information Administration (EIA) AS menyebutkan produksi etanol pada pekan lalu mencapai 1,04 juta barel per hari, turun 25.000 barel selama sepekan.
“Selain itu, cadangan pasokan etanol huga hanya mencapai 22,79 juta barel turun ke 723.000. Perdagangan etanol masih akan memperhatikan penanaman jagung di Amerika Selatan dan kemungkinan ekspor dari Ukraina,” lanjut Perkins.
Pada sesi yang sama, harga jagung mengalami kenaikan tipis 0,50 poin atau 0,13% menjadi US$372,75 sen per bushel dan tercatat mengalami kenaikan harga secara year-to-date (ytd) hingga 3,14%.
Kemudian, untuk komoditas gandum secara keseluruhan mengalami pelemahan dengan outlook fundamentalnya yang masih bearish karena perlambatan permintaan ekspor di AS dan cadangan global yang melimpah.
Data pasokan dan permintaan selanjutnya baru akan dirilis pada 10 Desember mendatang, dan ekspornya diperkirakan akan membaik pada akhir 2018 hingga awal 2019. Penanaman gandum saat ini masih lebih lambat dari rata-rata dan penyelesaian penanaman di wailayah lainnya akan bergantung pada penyelesaian panen kedelai.
Adapun, laju produksinya juga diperkirakan bisa lebih lambat dari biasanya dan bisa membuat produksi semakin menurun karena adanya musim dingin di Midwest, AS. Saat ini Maroko, Turki, Jepang, dan Bangladesh sudah mulai membuka tender perdagangan gandumnya.
Selanjutnya, untuk harga gandum pada Kamis (22/11) mengalami penurunan 1,75 poin atau 0,34% menjadi US$506,75 sen per bushel. Selama 2018 berjalan, harganya mengalami kenaikan hingga 16,80%.