Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang yuan menyentuh titik terendah sejak Maret 2008 karena bank sentral China memangkas penetapan harga hariannya sebagai tanda bahwa perang dagang dengan Amerika Serikat kemungkinan akan makin memanas.
Mata uang Negeri Panda itu melemah 0,04% menjadi 6,95 yuan renmimbi per dolar AS dan melemah 6,50% secara year-to-date (ytd), nyaris ke 7 yuan per dolar AS, level yang belum pernah lagi terlihat sejak krisis finansial global.
Pelemahan mata uang itu muncul setelah Bank Rakyat China (PBoC) melemahkan tingkat referensi hariannya, yang membatasi pergerakan yuan offshore masing-masing 2% untuk penguatan dan pelemahan.
Menyusul kabar tersebut, AS dikabarkan tengah mempersiapkan untuk mengumumkan tarif baru awal Desember kepada seluruh barang impor China jika diskusi antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping gagal meredakan ketegangan perang dagang.
Trump menuturkan ingin mendapat kesepakatan yang baik dengan China, karena selama ini China telah membuat AS 'kering' dan Trump menilai bahwa China sebenarnya belum cukup siap.
Pakar Strategi Mata Uang di Scotiabank Sigapura Gao Qi mengatakan, depresiasi yuan kini semakin parah. Gao memprediksi, yuan tidak akan melemah menembus 7 yuan per dolar AS sebelum Xi dan Trump bertemu.
“Akan tetapi, jika pertemuan tersebut gagal memberbaiki hubungan kedua negara, pelemahan melebihi 7 yuan per dolar AS akan sangat terbuka,” paparnya, dilansir dari Bloomberg, Selasa (30/10/2018).
Selain yuan renmimbi, yuan offshore melemah 0,08% menjadi 6,97 yuan per dolar AS dan melemah 6,52% di hadapan dolar AS sepanjang 2018 berjalan.
Dalam 6 bulan terakhir, mata uang China sudah melemah sekitar 9% yang memicu perdebatan terkait dengan apakah yuan akan tergelincir lebih jauh menuju 7 yuan per dolar AS.
Pergerakan tersebut diperkirakan tidak akan terjadi karena neraca pembayaran internasional China masih aman. Selain itu, otoritas moneternya juga berniat untuk terus menjadi kestabilan pasar.
Yuan terus tertekan belakangan ini, karena PBoC telah memangkas syarat cadangan rasionya untuk keempat kalinya sepanjang tahun ini dan kesenjangan imbal hasil antara obligasi pemerintah China dan AS mengetat paling dekat sejak April 2011.
Risiko capital outflows juga berkembang, dengan permintaan yuan renmimbi untuk perdagangan valuta asing melonjak pada September ke titik tertinggi sejak akhir 2016.
“Otoritas akan nmengambil langkah tegas jika terus yuan terus mendekati 7 yuan per dolar AS,” kata Khoon Goh, Kepala Bidang Riset di ANZ Banking Group Ltd. di Singapura.
Goh menambahkan, jika yuan menembus 7 yuan per dolar AS, pelemahan akan semakin parah dan menyebabkan tekanan pada pembaruan capital outflow yang akan membuat pasar finansial domestik China menjadi tidak stabil.