Bisnis.com, JAKARTA – Emiten pertambangan PT Adaro Energy Tbk. melaporkan penjualan batu bara perseroan pada kuartal III/2018 sebesar 15,47 juta ton selama kuartal III/2018, meningkat 9% dibandingkan penjualan perseroan pada periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan eksplorasi yang dipublikasikan perseroan, emiten dengan sandi ADRO tersebut mengungkapkan total produksi pada kuartal III/2018 mencapai 14,93 juta ton atau meningkat 5% secara year-on-year (yoy). Jika dibandingkan kuartal sebelumnya, produksi dan penjualan perseroan masing-masing terkerek 14% dan 20%.
Head of Corporate Secretary & Investor Relations Division Adaro Energy Mahardika Putranto menyampaikan kenaikan produksi dan penjualan perseroan tersebut didukung oleh membaiknya kondisi cuaca pada kuartal III/2018.
“Total volume penjualan pada Januari—September 2018 mencapai 39,27 juta ton atau relatif stabil secara yoy. Penjualan ke pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia, meliputi 38% dari total volume penjualan kami selama sembilan bulan 2018,” paparnya dalam keterangan resmi yang menyertai laporan eksplorasi, Jumat (26/10/2018).
Manajemen menjelaskan penjualan terbesar perseroan selain ke negara-negara Asean yaitu Asia Timur di luar China sebesar 31%, India 13%, China 13%, serta negara lain seperti Spanyol, Belanda, Yunani, AS, Selandia Baru, dan Pakistan yang mengambil porsi 5%.
Selain itu, ADRO menyebut nisbah kupas gabungan perseroan pada kuartal III/2018 mencapai 5,45 kali atau naik tipis dibandingkan kuartal III/2017 yang sebesar 5,02 kali.
Musim kering pada kuartal III/2018 mendukung aktivitas pengupasan lapisan penutup. Perseroan mempertahankan panduan nisbah kupas 2018 pada level 4,9 kali.
“ADRO menjalankan strategi untuk menjaga nisbah kupas usia tambang dalam jangka panjang. Nisbah kupas yang lebih tinggi merupakan suatu investasi mengingat karakteristik industri batu bara yang siklikal. Perseroan mempertahankan panduan produksi batu bara pada kisaran 54 juta—56 juta ton seiring bertambahnya peralatan penambangan baru,” lanjut Mahardika.
Perseroan mencatat pada kuartal III/2018 suplai batu bara berkalori tinggi cukup ketat di pasar seaborn karena Australia sebagai produsen utama sedang dilanda masalah cuaca yang memengaruhi aktivitas produksi dan ketersediaan infrastruktur.
Di saat yang sama, permintaan Jepang, Korea Selatan (Korsel), dan Taiwan terhadap batu bara kalori tinggi melebihi permintaan. Harga gas yang melambung pun membuat permintaan Jerman dan Spanyol meningkat karena lebih menguntungkan bagi perusahaan listrik.
Faktor-faktor tersebut menyebabkan kenaikan harga batu bara 6000 NAR di pasar seaborn pada kuartal III/2018, termasuk harga batu bara GCN yang secara rata-rata mencapai AS$117,59 per ton atau naik 12% dibandingkan kuartal II/2018.
Adapun pasokan batu bara termal dari Indonesia diperkirakan akan meningkat mengingat kuartal III/2018 merupakan musim kering yang mendukung aktivitas produksi. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), produksi batu bara selama Januari—September 2018 diperkirakan mencapai 319 juta ton, di luar produksi batu bara dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).