Bisnis.com, HOUSTON - Harga minyak jatuh lagi pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), karena investor kembali mengkhawatirkan dampak meningkatnya perselisihan perdagangan antara China dan Amerika Serikat terhadap pertumbuhan permintaan minyak dan data yang menunjukkan bahwa persediaan lebih dari cukup.
Patokan global minyak mentah Brent telah jatuh hampir delapan dolar AS per barel sejak mencapai tertinggi empat tahun di 86,74 dolar AS pada 3 Oktober, melemah oleh prakiraan yang lebih rendah untuk pertumbuhan ekonomi global ketika Amerika Serikat dan China memberlakukan tarif pada miliaran dolar AS dari barang-barang impor satu sama lain.
Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Desember turun 0,76 dolar AS menjadi menetap di 79,29 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara itu, minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November turun 1,10 dolar AS atau 1,6 persen, menjadi berakhir di 68,65 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
"Pendorong sebenarnya dari koreksi ini adalah kekhawatiran seputar pertumbuhan permintaan dan isu-isu perdagangan," kata Gene McGillian, wakil presiden riset pasar untuk Tradition Energy di Stamford, Connecticut. "Dunia telah mundur dari ketinggiannya."
Pada 9 Oktober Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi globalnya untuk 2018 dan 2019, sebagian karena ketegangan-ketegangan kebijakan perdagangan dan pengenaan tarif impor pada perdagangan. IMF memprediksi pertumbuhan global 3,7 persen pada 2018 dan 2019, turun dari perkiraannya pada Juli pertumbuhan 3,9 persen untuk kedua tahun tersebut.
Sebelumnya, Brent turun di bawah 79 dolar AS per barel sehari setelah laporan Departemen Energi AS menunjukkan produsen-produsen minyak telah menempatkan 22 juta barel di tangki penyimpanan selama empat minggu terakhir.
Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan mingguannya pada Rabu (17/10) bahwa stok minyak mentah negara itu naik 6,5 juta barel pekan lalu, jauh di atas ekspektasi pasar dan memperpanjang kenaikannya untuk empat minggu berturut-turut.
Kilang-kilang AS memasuki musim pemeliharaan, di mana pabrik-pabrik pengolahan minyak tidak beroperasi selama empat hingga enam minggu, juga membebani permintaan dan harga minyak mentah.
Para investor juga mengalihkan perhatian mereka terhadap kerugian yang akan datang pada ekspor minyak mentah Iran setelah Amerika Serikat memberlakukan kembali sanksi-sanksi pada awal November.
Arab Saudi mengatakan bulan ini, pihaknya akan meningkatkan produksi sebesar 300.000 barel per hari untuk membantu mengimbangi penurunan tajam ekspor minyak mentah Iran bulan depan.
Namun para investor tetap skeptis setiap negara memiliki kapasitas cadangan yang cukup untuk menebus kehilangan minyak mentah dari Iran, salah satu produsen terbesar Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), analis mengatakan.