Bisnis.com, JAKARTA— Penurunan kinerja saham yang terjadi sejak kuartal II/2018 membuat pergerakan sejumlah emiten penghuni Indeks LQ45 berpeluang memantul pada akhir tahun ini.
Frederik Rasali, Vice President Research Artha Sekuritas menjelaskan bahwa penurunan harga yang terjadi membuat sejumlah saham Indeks LQ45 sudah undervalued saat ini. Sebagai contoh yakni emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Karya yang memiliki price earning ratio satu digit.
Selain itu, sambungnya, valuasi perbankan juga masih tertahan. Padahal, pertumbuhan kredit sudah masuk dua digit.
Di sisi lain, Frederik menyebut sejumlah emiten tambang akan memiliki kinerja yang lebih baik pada kuartal IV/2018 dibandingkan dengan semester I/2018. Kondisi itu sejalan dengan musim dingin yang turut mengerek harga batu bara.
“[Indeks LQ45 untuk kuartal IV/2018 bisa saja moderat atau membaik karena di kuartal II/2018 sudah turun tajam,” jelasnya Senin (1/10/2018).
Hingga akhir 2018, dia memprediksi faktor eksternal masih menjadi sentimen utama, khususnya terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan suku bunga acuan. Sementara itu, salah satu katalis yang diperhatikan di antaranya faktor konsumsi yang berpotensi naik akibat masa pemilihan umum.
Adapun, secara teknikal, Artha Sekuritas merekomendasikan saham MEDC dengan support Rp980 per saham dan resistance Rp1.090 per saham. Selanjutnya, ADHI dengan support Rp1.360 per saham dan resistance Rp1.500 per saham.
Terakhir, rekomendasi teknikal untuk saham BBNI yakni support Rp7.250 per saham dan resistance 7.650 per saham.
Di sisi lain, Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest menilai Indeks LQ45 berada di tren negatif dalam periode berjalan 2018. Akan tetapi, dalam tiga bulan terakhir terjadi perbaikan kinerja pergerakan.
“Hal ini tidak lain karena membaiknya sektor barang konsumsi, aneka industri, serta infrastruktur,” jelasnya.
Aditya mengatakan investor melihat beberapa saham tersebut sudah turun cukup banyak dan mencapai bottom. Peluang kinerja yang membaik pada kuartal III/2018 hingga akhir 2018 membuat sektor saham tersebut mampu menguat.
Dia mencontohkan kinerja saham TLKM yang diyakini membaik pada semester II/2018. Selain itu, kinerja PGAS yang terus membaik pada 2018.
Sementara itu, saham ITMG yang ditopang kenaikan harga batu bara. Tren tersebut sejalan dengan pertumbuhan produksi yang mencapai 22,5 juta ton atau naik 1,77% dari realisasi 22,1 juta ton pada 2017.
Di sisi lain, Aditya menyebut INTP yang optimistis kinerja akan membaik pada akhir 2018 sejalan dengan pertumbuhan konsumsi semen. Adapun, SMGR akan meningkatkan ekspor dan permintaan semen yang secara historikal meningkat pada semester II.