Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lakukan Divestasi, Sejumlah Emiten Pilih Fokus ke Bisnis Inti

Sejumlah emiten berencana melakukan divestasi aset pada semester II/2018 seiring dengan upaya perusahaan berfokus ke bisnis inti.
Pelajar mengamati monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9/2018)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Pelajar mengamati monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (13/9/2018)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten berencana melakukan divestasi aset pada semester II/2018 seiring dengan upaya perusahaan berfokus ke bisnis inti.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, sejumlah emiten yang melakukan divestasi aset dan/atau menerima dana divestasi pada paruh kedua 2018 ialah PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM), PT Barito Pacific Tbk.(BRPT), PT Petrosesa Tbk. (PTRO), PT Indo-Rama Synthetics Tbk. (INDR), dan PT AKR Corporindo Tb. (AKRA).

Corporate Secretary ANTM Aprilandi Hidayat Setia menyampaikan bahwa perusahaan berencana melepas seluruh sahamnya di PT Meratus Jaya Iron & Steel (MJIS). MJIS merupakan proyek patungan antara PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) dengan kepemilikan saham 66% dan Antam 34% yang memproduksi iron sponge.

“Pelepasan MJIS saat ini masih dalam pembahasan internal,” tuturnya kepada Bisnis.com, Jumat (14/9).

Aprilandi menambahkan, perseroan juga akan menerima pembayaran tahap pertama dari divestasi 20% kepemilikannya di PT Dairi Prima Mineral (DPM) senilai US$57,31 juta ke PT Bumi Resouces Minerals Tbk. (BRMS). Divestasi itu dilakukan pada akhir 2017.

DPM yang mengerjakan proyek tambang seng di Kabupaten Dairi, Sumatra Utara. Langkah divestasi dilakukan karena ANTM ingin fokus ke bisnis tiga logam utama perseroan, yaitu emas, nikel, dan bauksit.“Antara kuartal III atau IV/2018  kami akan memeroleh dana divestasi DPM,” ujarnya.

Perseroan juga berencana melakukan divestasi proyek pembangkit listrik di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Di fasilitas pengolahan nikel itu, ANTM mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas 8x17 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x30 MW.

Sebagai gambaran, PLTU 2x30 MW yang beroperasi sejak Oktober 2016 memiliki nilai investasi kontruksi sebesar US$145 juta.

Sementara itu, pada 7 September 2018, anak usaha PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) di bidang perkebunan kelapa sawit PT Royal Mandiri (RIM) melakukan penjualan saham kepada PT Green Global Lestari.

RIM menjual seluruh kepemilikannya, atau 95% dari jumlah seluruh modal yang disetor di dalam PT Grand Utama Mandiri (GUM) dan PT Tintin Boyok Sawit Makmur (TBSM). Nilai transaksi mencapai US$67,9 juta atau setara dengan Rp1,01 triliun (kurs JISDOR 7 September Rp14.884 per dolar AS).

“Pelepasan cucu usaha di sektor sawit agar perusahaan semakin fokus ke bisnis inti,” ujar Presiden Direktur Barito Pacific Agus Salim Pangestu, Kamis (13/9/2018).

Agus menyampaikan, dalam jangka panjang, BRPT mengandalkan pendapatan dari bisnis petrokimia melalui anak usahanya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA), dan bisnis energi baru terbarukan (EBT) dari Star Energy.

Pada 21 Agustus 2018, PT Harum Energy Tbk. (HRUM) telah membeli hampir 50% saham PT Santan Batubara (SB) dari PTRO. Setelah melakukan transaksi, HRUM memegang 99,99% saham SB.

Head of Corporate Secretary & Investor Relations Petrosea Anto Broto menyampaikan, alasan perseroan menjual tambang Santan ialah agar PTRO fokus ke bisnis inti di bidang kontraktor. Di sisi lain, sarana dan prasara pendukung operasional SB merupakan milik HRUM.

“Kenapa Santan dijual, ya karena bisnis utama PTRO bukan tambang, tapi kontraktor. Sarana prasarana seperti pelabuhan dan jalan juga harus sewa ke Harum, makanya lebih baik kami lepas ke Harum,” tuturnya.

Anto menjelaskan, posisi PTRO di SB juga bukan menjadi pemegang saham mayoritas. Apalagi, saat membeli sekitar 20 tahun lalu, harga tambang Santan masih cenderung murah. 

Setelah transaksi pengambilalihan saham SB, PTRO pun mengantongi dana divestasi sebesar Rp86,40 miliar. Tambahan dana itu digunakan sebagai modal kerja untuk mengembangkan bisnis kontraktor.

Direktur Utama Indo-Rama Synthetics Visnu Swaroop Baldwa menyampaikan, laba bersih perseroan akan meningkat signifikan seiring dengan rencana divestasi satu perusahaan.

Pada 14 Mei 2018, INDR menandatangani perjanjian dengan Indorama Netherlands B.V. (INBV) dan Indorama Holdings B.V. (IHBV) untuk menjual 26% kepemilikan saham atas PT Indorama Petrochemicals (PTIP). Sisa saham INDR di PTIP sebesar 24% nantinya juga dilepas kepada INBV pada kuartal III/2019.

“Dari penjualan awal 26% saham PTIP, INDR akan mengantongi US$59,73 juta pada kuartal III/2018, yang dimasukkan ke dalam pembukuan laba bersih. PTIP merupakan salah satu pemasok bahan baku untuk INDR,” paparnya.

Sementara itu, PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) telah menerima pembayaran hasil penjualan aset Khalista sebesar Rp787,03 miliar pada 31 Agustus 2018. Dengan demikian, total divestasi perseroan dalam 2 tahun terakhir berkisar Rp3,08 triliun.

Direktur AKRA Suresh Vembu menyebutkan, AKRA memang gencar melakukan divestasi dalam 2 tahun terakhir untuk semakin fokus ke bisnis inti, yakni distribusi BBM dan bahan kimia, logistik, serta kawasan industri.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper