Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AEI Minta Pungutan Disetarakan

Asosiasi Emiten Indonesia meminta Kementerian Keuangan untuk mengklasifikasikan pungutan tahunan untuk emiten berdasarkan sektor dan diberlakukan secara umum.
Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Fransiscus Welirang (kedua kanan) memberikan kenang-kenangan kepada Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen (kedua kiri) dalam acara Musyawarah Nasional AEI di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (1/8), didampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kiri) dan Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna (kanan)./Bisnis-Emanuel B. Caesario
Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Fransiscus Welirang (kedua kanan) memberikan kenang-kenangan kepada Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen (kedua kiri) dalam acara Musyawarah Nasional AEI di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (1/8), didampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (kiri) dan Direktur Penilaian Perusahaan BEI IGD Nyoman Yetna (kanan)./Bisnis-Emanuel B. Caesario

Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Emiten Indonesia meminta Kementerian Keuangan untuk mengklasifikasikan pungutan tahunan untuk emiten berdasarkan sektor dan diberlakukan secara umum.

Artinya, seluruh perusahaan wajib membayar pungutan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baik yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun perusahaan yang tidak tercatat di pasar modal.

"Seperti sektor keuangan, itu baik yang emiten atau yang tidak emiten membayar. Ini lebih fair. Kalau untuk industri lain tidak fair, karena yang lebih terbuka membayar dan yang tidak terbuka tidak membayar," kata Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Franciscus Welirang di BEI, Rabu (1/8/2018).

Ketentuan mengenai pungutan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan Oleh OJK. Pada pasal 6 beleid tersebut dijelaskan bahwa emiten bank sebenarnya dikenai dua pungutan, yakni biaya tahunan sebagai bank umum sebesar 0,045% dan biaya tahunan sebagai emiten sebesar 0,03%.

Namun, OJK hanya mengutip satu pungutan yakni persentase yang lebih besar. Kutipan yang dilakukan oleh OJK ini berbeda antara emiten bank dengan emiten lainnya.

Untuk emiten bank, pungutan sebesar 0,045% dari jumlah aset dan untuk emiten biasa sebesar 0,03%.

Franciscus, yang akrab disapa Franky, menuturkan perusahaan yang tercatat di bursa memang telah mendapatkan insentif pajak. Namun, dia menilai emiten juga perlu mendapat kesetaraan perihal pungutan ke otoritas.

"Pada intinya, PP itu harus diubah dan ini kewenangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)," ujar Franky.

Dia mencontohkan perusahaan yang bergerak di sektor asuransi, di mana baik yang emiten maupun bukan, masing-masing membayar ke OJK. Ini berbeda dengan perusahaan ritel misalnya, di mana yang menjadi emiten membayar ke OJK tapi yang non emiten dibebaskan dari pungutan.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen mengungkapkan keluhan itu sebenarnya telah disampaikan oleh asosiasi sejak jauh-jauh hari. Namun, untuk saat ini masih belum ada hasil final dari kajian yang dilakukan.

"Iya kami sudah bilang, nanti kami kaji. Tapi sekarang tetap seperti itu. Saya bilang tidak akan turun dulu dalam waktu dekat," ucapnya.

Menurut Hoesen, saat ini otoritas masih belum memprioritaskan penurunan atau kesetaraan pungutan tersebut. Pasalnya, OJK masih fokus melakukan pengembangan pasar serta melakukan berbagai relaksasi untuk memudahkan perusahaan menghimpun dana di pasar modal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper