Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ABM Siap Genjot Lagi Produksi Batu Bara di Aceh

ABM Investama bersiap memacu lagi produksi dari tambang di Meulaboh, Aceh hingga 5 juta ton pada tahun ini, dari tahun lalu yang berhasil digenjot 479% menjadi 2,60 juta ton. Hal itu, untuk memperkuat bisnis tambang dan penjualan batu bara perseroan.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan, Rabu (7/3/2018)./ANTARA-Nova Wahyudi
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan, Rabu (7/3/2018)./ANTARA-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA -- PT ABM Investama Tbk (ABM) bersiap memacu lagi produksi dari tambang di Meulaboh, Aceh hingga 5 juta ton pada tahun ini, dari tahun lalu yang berhasil digenjot 479% menjadi 2,60 juta ton. Hal itu, untuk memperkuat bisnis tambang dan penjualan batu bara perseroan.

"Target optimum kami pada 2019 nanti produksi dari tambang Aceh bisa mencapai 10 juta ton, sehingga dari dua lokasi tambang di Aceh dan Kalimantan Selatan, ABM bisa memproduksi sekitar 15 juta ton batu bara setahun," jelas Adrian Erlangga, Direktur Keuangan ABM Investama dalam siaran pers, Kamis (31/5).

Adrian mengatakan sejak awal perusahaan telah berinvestasi cukup besar untuk membangun infrastruktur tambang yang mumpuni di Meulaboh, sehingga produksi tinggal digenjot tanpa perlu menambah modal lagi.

“Kami memiliki dua tambang yang letaknya bersebelahan di Meulaboh, Aceh. Pada 2015 mulai beroperasi, lalu pada 2017 pun telah berproduksi. Ketika produksi dinaikkan menjadi 10 juta ton pada 2019, ABM tidak butuh modal besar karena sudah terakumulasi dari awal,” tegas Adrian.

Tambang batubara di Aceh memiliki cadangan lebih dari 100 juta ton dengan kalori sebanyak 3.400 kkal. Dengan lokasinya yang berdekatan dengan negara konsumen batu bara seperti Tiongkok, India, Thailand, dan Myanmar, tambang batu bara di Aceh tersebut menjadi sangat strategis.

"Permintaan batu bara dari konsumen lama kami seperti China, India, Thailand, dan Myanmar masih sangat besar. Berapa pun ABM bisa produksi, akan mereka ambil," ujar Adrian.

ABM pada tahun ini memutuskan kembali ke bisnis energi, khususnya pertambangan dan perdagangan batu bara. Sejalan dengan penerbitan Global Bond tahun 2017 yang bertujuan untuk memperkuat struktur pendanaan, ABM berencana mengakuisisi tambang baru yang akan memperkuat bisnis inti, khususnya untuk meningkatkan volume produksi dan penjualan batu bara.

Penguatan ABM dalam bisnis batu bara didukung berbagai faktor antara lain kebijakan China sebagai produsen dan konsumen batu bara terbesar di dunia selama tahun buku 2017 mengurangi produksi batu bara domestiknya. Sementara pada level domestik, konsumsi batu bara terus meningkat sejalan dengan beroperasinya sejumlah pembangkit listrik baru berbasis batu bara.

Pada tahun ini juga ABM memperkuat posisinya sebagai supply chain batu bara melalui integrasi dan sinergi anak usahanya secara end-to-end. Sinergi ini melibatkan anak usaha di bidang kontraktor tambang, logistik, maintenance services, hingga trading batu bara.

Dengan model bisnis yang dimiliki, ABM terbukti berhasil mengembangkan dan mengelola tambang secara efisien. Contohnya adalah pengelolaan tambang batu bara di Kalimantan yang berkapasitas produksi sekitar 5 juta ton per tahun menghasilkan EBITDA sebesar US$108 juta.

Terkait pemenuhan kebutuhan batu bara untuk listrik dalam negeri (domestic market obligation/DMO) sebanyak 25%, Adrian menjelaskan tambang di Aceh sulit untuk memenuhinya, sehingga diharapkan klausul exception diberikan untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan nasional.

“Kami memiliki dua tambang. Satu tambang di Kalimantan Selatan sangat bisa memasok pasar domestik karena kalorinya 4.200 kcal. Tetapi satu tambang kami di Aceh di bawah itu. Karena itu kami berharap adanya exception dari Pemerintah,” tegas Adrian.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menilai kewajiban DMO 25% bagi para seluruh perusahaan tambang di Indonesia sulit untuk dilaksanakan. “Secara teknis kewajiban DMO 25% tidak mudah dilaksanakan karena banyak perusahaan tambang yang produksinya tidak terserap dalam negeri,” kata Hendra.

Pasalnya, kebutuhan pembangkit listrik di Indonesia yang menggunakan batu bara harus memiliki kandungan kalori di atas 4.000 kcal. Padahal tidak seluruhnya perusahaan tambang memproduksi batu bara dengan kandungan kalori 4.000 kcal atau di atasnya.

Meski begitu, Hendra mengaku, karena aturan DMO 25% telah diberlakukan dengan diturunkannya Peraturan Pemerintah, APBI sebagai kumpulan pelaku usaha pun berusaha untuk memenuhi aturan tersebut.

Salah satu cara mengatasi kendala tersebut, pemerintah berencana untuk menerapkan sistem transfer kuota batu bara. Pemerintah pun berharap agar APBI sebagai asosiasi yang mewadahi seluruh perusahaan batu bara nasional dapat berperan memfasilitasi skema tersebut. “Hingga saat ini skema transfer kuota masih kami dibahas dengan Pemerintah. Hal ini juga tidak mudah karena adanya perbedaan kepentingan dari para pelaku usaha,” ungkapnya.

Mengenai cara lainnya yakni Klausul Pengecualian (Exception) bagi pelaku usaha tambang batu bara yang sulit memenuhi DMO karena produksi yang tak terserap, Hendra menilai hal itu ranah kewenangan Pemerintah. “Jika sistem transfer kuota diberikan, akan sulit bagi Pemerintah untuk memberikan klausul exception,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper