Bisnis.com, JAKARTA – Harga kakao melonjak pada Senin (16/4/2018) setelah Citigroup memprediksi mengetatnnya situasi pasokan selama satu dekade. Analis Citigroup berpendapat kondisi ini menjadi awal potensi reli sehingga menjadi waktu yang tepat untuk bersiap menuju bullish dalam jangka panjang.
Harga kakao untuk kontrak teraktif Juli 2018 pada penutupan perdagangan Senin (16/4/2018) melonjak 128 poin atau 4,97% menjadi US$2.704 per ton. Sebelumnya, di hari yang sama harga naik hingga 5,4% menjadi US$2.714 per ton dan mencatat posisi tertinggi sejak Oktober 2016.
Secara year-to-date (ytd) harga mengalami kenaikan hingga hampir menyentuh 43%. Hal itu terjadi akibat kekeringan yang dialami wilayah Afrika Barat yang menyumbang lebih dari 2/3 pasokan kakao global.
Kenaikan harga kakao pada tahun ini berbanding terbalik dengan dua tahun sebelumnya, saat perdagangan berjangka terjun lebih dari 40% di tengah kelebihan pasokan global. Turunnya harga membuat petani memangkas pengeluaran untuk pemeliharaan perkebunan.
Pemangkasan biaya pemeliharaan tersebut menyebabkan penurunan kualitas yang saat ini mulai terlihat. Meskipun demikian, permintaan terhadap kakao masih terus mengalami peningkatan.
Citigroup mengungkapkan, pasar kakao akan memangkas pasokan tahun ini hingga tahun depan yang mengacu pada meningkatnya permintaan saat penanaman loyo.
Berdasarkan data dari Organisasi Kakao Internasional (ICO) yang dikutip dari Bloomberg pada Minggu (15/4/2018), defisit beruntun bisa menyebabkan pasokan menipis seperti kasus pada 2008.
Bersamaan dengan permasalahan pertanian di Afrika, petani lain juga mengalami kesulitan. Citigroup menyampaikan, output Indonesia saat ini diharapkan dapat memenuhi ekspektasi. Beberapa dekade terakhir, produksi RI merosot akibat penuaan tanaman, hama, dan cuaca ekstrem.
Perdagangan sebelumnya mengkhawatirkan output Indonesia jatuh ke bawah 300.000 ton, namun pada saat ini diprediksi hanya akan turun 250.000 ton pada musim ini dan musim depan.
Citigroup memprediksikan pada kuartal II/2018 Indonesia akan mengalami downgrade menjadi negara penghasil kakao terbesar ke empat di dunia, tertinggal oleh Pantai Gading, Ghana, dan Ekuador.
Prediksi selanjutnya, pasokan kakao dunia mengalami defisit sebanyak 350.000 ton dari 2017 – 2018, selanjutnya potensi pengurangan pasokan kurun waktu 2018 – 2019 sudah diperkirakan mencapai 110.000 ton karena banyaknya kasus kekurangan panen dan banyaknya permintaan.
Sementara itu, pada Februari prediksi Asosiasi Kakao Indonesia mengutarakan bahwa pada tahun ini produksi hanya akan sebanyak 275.000 ton, lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 290.000 ton.