Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah melemah dari level tertinggi tiga tahun terakhir karena kekhawatiran tentang konflik di Timur Tengah mereda.
Minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman Mei merosot 1,7% atau US$1,17 ke level US$66,22 per barel di New York Mercantile Exchange. Total volume yang diperdagangkan sekitar 10% di atas rata-rata 100-hari.
Sementara itu, patokan global Brent untuk kontrak pengiriman Juni turun US$1,16 ke level US$71,42 di bursa ICE Futures Europe yang berbasis di London. Minyak mentah patokan global ini diperdagangkan lebih mahal US$5,22 dibanding WTI kontrak Juni..
Dilansir Bloomberg, Presiden AS Donald Trump menyatakan "misi selesai" sehari setelah AS, Prancis, dan Inggris membom Suriah dalam menanggapi serangan kimia terhadap warga sipil.
"Ada sedikit kelegaan di pasar bahwa serangan rudal Suriah tidak meluas ke dalam konflik regional yang lebih luas atau meningkat ke level global," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC, seperti dikutip Bloomberg.
Pekan lalu, minyak di New York dan London melonjak ke level tertinggi sejak 2014 saat ketegangan meningkat di kawasan Timur Tengah yang menjadi rumah bagi hampir setengah minyak mentah dunia. Sementara itu, produksi minyak AS melonjak selama tujuh minggu berturut-turut dan aktivitas pengeboran mencapai level tertinggi sejak 2015.
Menteri Perminyakan Kuwait Bakheet Al-Rashidi mengatakan OPEC dan produsen sekutu akan mempertimbangkan memperpanjang perjanjian mereka untuk mengurangi produksi ke 2019 dalam KTT pada bulan Juni mendatang.
"Bagian dari alasan penguatan minyak adalah situasi di Suriah," kata Bob Yawger, direktur berjangka di Mizuho Securities USA Inc. di New York. "Kemungkinan perluasan permusuhan sepertinya akan berkurang."