Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan Riset Pemerintah China Antaike menuturkan bahwa impor tembaga olahan China akan jatuh untuk tahun ketiga berturut-turut pada 2018 lantaran produksi domestik meningkat dan konsumsi melambat di tengah permintaan yang lebih lemah dari sektor real estat.
“Kami mengekspektasikan impor tembaga olahan China pada tahun ini mencapai 3 juta ton, turun 7,5% dari capaian sebesar 3,243 pada 2017,” kata He Xiaohui, analis Antaike mengacu pada prospek industri di Beijing.
Kendati demikian, Xiaohui menambahkan bahwa konsumsi tembaga olahan China masih tetap naik pada tahun ini hingga 3,3% menjadi 11,1 juta ton. Namun, angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 4,2% pada 2017.
“Produksi dalam negeri diperkirakan meningkat 4,3% menjadi 8,35 juta ton karena peleburan baru dimulai,” lanjutnya.
Di luar China, pertumbuhan konsumsi diproyeksikan akan meningkat, sementara ancaman pemogokan buruh diprediksi berlanjut, terutama di Chili dan Peru.
Potensi kerugian pasokan dapat berdampak lebih besar pada pasar tembaga olahan dibandingkan dengan gangguan yang terjadi pada paruh pertama di 2017 ketika persediaan tinggi.
Baca Juga
“Sekitar 20 tambang tembaga dengan negosiasi tenaga kerja yang tertunda kemungkinan akan mencapai hasil pembicaraan di tambang Escondida BHP Billiton di Chile, produsen terbesar di dunia sebagai patokan mereka,” kata Fu Xiao, kepala strategi pasar komoditas di Bank of China, anak perusahaan BOC international.
BHP mengatakan pekan lalu telah mengundang serikat pekerja Escondida untuk memulai pembicaraan tentang kontrak kerja kolektif baru.
Xiao juga memperingatkan pembatasan ketat China atas impor tembaga skrap dapat mempengaruhi pasokan, meramalkan bahwa harga tembaga di LME akan mencapai harga rata-rata sekitar US$6.900-US$ 7.000 per ton tahun ini.