Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) kembali menyuarakan adanya penyeragaman tarif pajak penghasilan atas perdagangan obligasi. Pasalnya, tarif pajak yang berlaku antara perusahaan sekuritas dengan perbankan berbeda.
Ketentuan itu diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 121/KMK.03/2002 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas BUnga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan atau Dilaporkan di Bursa Efek.
Beleid itu menyatakan, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak berupa bunga dan diskonto obligasi
yang diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek, dikenakan pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final.
Artinya, pajak yang dikenakan memiliki tarif dan dasar tertentu. Namun ketentuan ini dikecualikan untuk bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Tanah Air. Inilah yang dikeluhkan oleh APEI.
"Perlakuan kami perusahaan broker dengan perbankan ini berbeda. Ini yang kami minta disamakan. Ini permintaan yang terus kami sampaikan," kata Komite Ketua Umum APEI Octavianus Budiyanto saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (8/3/2018).
Menurutnya, seharusnya pemerintah menerapkan penyetaraan tarif antara perusahaan sekuritas dengan bank yang memperdagangkan obligasi. Pasalnya, cara kerja dalam menjalankan transaksi broker antarkeduanya tidak ada perbedaan.
Selain itu, APEI juga membahas dua isu lain bersama Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yakni masalah transaksi levy serta joint cost perusahaan sekuritas. "Untuk kedua poin ini sudah ada titik terang, karena dapat sambutan baik dari Dirjen Pajak langsung," ujarnya.