Bisnis.com, JAKARTA – Aturan pemerintah yang baru terkait pengiriman batu bara dan minyak kelapa sawit/crude palm oil (CPO) Indonesia dinilai menjadi kendala bagi para pembeli.
Seperti dilansir dari Reuters, sebuah asosiasi industri pada Kamis (8/2/2018) mengatakan bahwa pembeli batu bara Indonesia menahan pesanan setelah pemerintah mengeluarkan peraturan pengiriman yang baru untuk batu bara dan CPO.
Peraturan baru itu berupa keharusan menggunakan kapal berbendera Indonesia dan perusahaan asuransi Indonesia. Upaya ini disebut sebagai upaya untuk meningkatkan peran industri perkapalan nusantara di pasar ekspor. Regulasi ini telah dirilis pada Oktober 2017 lalu dan kemungkinan diberlakukan pada April tahun ini.
Namun, pedoman penerapan peraturan belum diluncurkan, sehingga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pelayaran di Indonesia, eksportir batu bara termal dan produsen kelapa sawit dunia mengingat waktu semakin dekat.
“Ada informasi, beberapa pembeli potensial dari luar negeri menunda pembuatan kontrak baru," kata Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif Asosiasi Batubara Indonesia/ Indonesia Coal Mining Association (ICMA).
Sinadia mengatakan peraturan tersebut berbahaya lantaran dapat mempengaruhi volume ekspor dan penerimaan negara jika kontrak pengiriman harus dinegosiasi ulang untuk beralih ke kontrak cost, insurance, and freight (CIF) dari kontrak free on board (FOB).
Berdasarkan kontrak CIF, penjual bertanggung jawab atas proses pengiriman dan harus membayar asuransi untuk melindungi muatan dari kerugian selama pelayaran. Sementara untuk kontrak FOB, pembeli menyediakan kapal dan bertanggung jawab atas semua biaya pengiriman.
Sinadia menuturkan bahwa kalangan industri khawatir karena waktu hampir habis untuk melakukan penyesuaian sebelum peraturan benar—benar diberlakukan pada 2 bulan ke depan, sementara sulit melakukannya tanpa pedoman yang jelas.
Sekretaris Jenderal Gabungan Minyak Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang mengatakan dalam sebuah wawancara pada 24 Januari mengatakan bahwa ada beberapa masalah dengan peraturan baru tersebut, seperti tidak tersedia kapal tanker yang cukup dan perusahaan asuransi Indonesia yang kemungkinan kekurangan kapasitas . “Jika kita menjual CPO, free—on—board di pelabuhan Belawan, apakah ini berarti pembeli harus menggunakan kapal Indonesia? Ini aneh,” kata Togar.
“Pelaku industri CPO tengah menunggu panduan apakah kapal asing dapat digunakan jika kapal lokal tidak tersedia. Seharusnya tidak ada hambatan, tapi kalau harus melakukan ini dan itu, maka bisa menahan ekspor,” lanjutnya.
Togar menambahkan, aturan baru tersebut juga akan menambah biaya pengiriman jika perusahaan pelayaran tidak dapat menemukan kargo dalam perjalanan pulang ke Asia karena akan menimbulkan ongkos yang lebih tinggi jika kapal dalam kondisi kosong.
Sementara itu, Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menuturkan bahwa pemerintah menginginkan agar sektor pelayaran dalam negeri lebih bersaing dengan perusahaan multinasional. “Jika pemerintah tidak turun tangan, tidak akan ada pemicu, jadi kami membuatnya wajib,” jelas Oke.