Bisnis.com, JAKARTA—Harga perdagangan berjangka gas alam mendekati level US$3 MMBtu seiring dengan meningkatnya permintaan akibat cuaca dingin di Amerika Serikat.
Kendati demikian, diperkirakan harga komoditas energi ini siap mengalami tekanan hingga ke level US$2,7 MMBtu pada pekan depan akibat berakhirnya cuaca musim dingin.
Analis Asia Trade Point Futures Andri Hardianto mengatakan pergerakan harga gas alam sangat bergantung pada cuaca. Adapun saat ini kondisi cuaca di AS mendukung perdagangan gas alam menjadi cukup bullish, sehingga mendorong kenaikan harga mendekati US$3 MMBtu tersebut.
Namun, ujarnya, perkiraan kenaikan harga hingga menanjak ke level lebih tinggi kemungkinan sulit tercapai. “Pasalnya, perkiraan cuaca pada pekan depan di Amerika Serikat akan berubah bearish [ekstrem], sehingga memberi dampak bagi pelemahan harga gas alam,” kata Andri ketika dihubungi Bisnis, Selasa (9/1/2017).
Pada perdagangan Selasa (9/1) pukul 17.45 WIB, harga gas alam kontrak pengiriman Februari 2018 di New York Merchantile Exhange (NYMEX) menguat 0,75 poin atau 2,65% menjadi US$2,91 per million British Thermal Unit (MMBtu), menguat 2 sesi berturut-turut setelah mengalami rebound dari pelemahan 3 sesi berurutan.
Tercatat, sepanjang tahun, harga sudah melemah 1,49%. Sementara itu, AS merupakan negara produsen sekaligus konsumen gas alam terbesar di dunia dan mengandalkan komoditas tersebut karena berkontribusi sekitar 30% terhadap total bahan bakar untuk pembangkit listrik.
Andri memperkirakan harga gas alam akan mengalami penurunan pada pekan depan di level US$2,7 MMBtu seiring dengan penurunan permintaan akibat berakhirnya musim dingin di wilayah AS.