Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mengalami penguatan seiring dengan menurunnya cadangan minyak AS. Karena itu, harga berpotensi menguji level resistan berikutnya di kisaran US$58—US$58,50 per barel.
Pada perdagangan Rabu (22/10) pukul 10.05 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,81 poin atau 1,43% menjadi US$57,64 per barel di New York Merchantile Exhange.
Adapun harga minyak Brent naik 0,49 poin atau 0,78% menuju US$63,06 per barel di ICE Futures yang berbasis di London.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal dalam publikasi risetnya mengatakan bahwa harga minyak berpeluang menguat dalam jangka pendek pascarilis data American Petroleum Institute (API).
Dalam laporan API disebutkan bahwa persediaan minyak AS menurun sebesar 6,36 juta barel dalam pekan yang berakhir 17 November 2017. Angka itu melebihi perkiraan jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan sebesar 1,5 juta barel.
Produksi minyak AS yang selalu menjadi kendala dalam penguatan harga minyak tentunya menjadi sentimen yang positif ketika terjadi penurunan produksi. Hal inilah yang memicu kenaikan harga di tengah optimisme OPEC untuk melakukan perpanjangan pemangkasan produksi.
Baca Juga
Pada hari ini investor tengah menunggu laporan cadangan dari Energy Information Administration (EIA) sebagai petunjuk permintaan minyak di AS.
Faisyal menuturkan bahwa harga minyak bertahan di atas level US$57,40 per barel mensinyalkan potensi untuk bergerak naik menguji resistan pada area US$58,00 per barel.
“Break ke atas area ini akan melanjutkan outlook bullish untuk menguji area US$58,50 atau bahkan US$59,20 per barel,” paparnya.
Sementara untuk pergerakan turun, area US$57,40 per barel menjadi level support terdekat. Break di bawah level tersebut dapat mendorong penurunan lebih lanjut menguji ke area US$56,90 sebelum menargetkan support kuat di US$56,20 per barel.
Berikut analis teknikalnya.
Level resistan : US$58,00; US$58,50; US$59,20
Level support : US$57,40; US$56,90; US$ 56,20