Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Krisis Catalonia Bebani Euro

Euro kian melemah lantaran krisis Catalonia yang belum juga berakhir. Hari ini euro masih di bawah di bawah level target 1.1850.
Mata uang Euro/Istimewa
Mata uang Euro/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA –Euro kian melemah lantaran krisis Catalonia yang belum juga berakhir. Hari ini euro masih di bawah di bawah level target 1.1850.

Perdana Menteri Mariano Rajoy telah memberikan pilihan kepada Kepala Pemerintahan Catalonia Carles Puigdemont untuk menjelaskan status kemerdekaan Catalonia. Namun, Puigdemont terkesan tidak mengindahkan ultimatum Madrid.

Kendati demikian, masih ada waktu bagi Puigdemont lantaran Pemerintah Spanyol memberikan waktu kepadanya hingga Kamis (19/10) untuk mempertimbangkan kembali putusan, akan tetap mendeklarasikan kemerdekaan secara resmi atau membatalkannya.

Jika hasil menunjukkan bahwa Puigdemont menyatakan kemerdekaan secara resmi, maka Madrid dapat mengaktifkan pasal 155 Konstitusi Spanyol untuk mempertegas kembali pemerintahan langsung di Catalonia.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga mengatakan, perkembangan tersebut dapat memperburuk drama politik di Spanyol dan memicu kehawatiran terkait ketidakstabilan politik Eropa yang dapat berimbas pada perlemahan nilai mata uang Euro.

Pada perdagangan Selasa (17/10) pukul 13.30 WIB, euro melemah 0,0037 poin atau 0,31% menjadi 1,1759 per dolar AS.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat naik 0,21 poin atau 0,23% menuju 93,34. Indeks dolar AS berpotensi menguat akibat pelemahan mata uang euro. Pasalnya, euro memiliki bobot paling besar terhadap DXY dibandingkan 5 mata uang lainnya, yakni sebesar 57,6%.

Lukman menuturkan, dari sudut pandang teknis, nilai mata uang Euro terhadap dolar AS berada di rentang luas pada grafik harian dengan level target 1.1850 per dolar AS.

“Breakout tegas di atas 1.1850 per dolar AS dapat membuka peningkatan lebih lanjut menuju 1.1920 per dolar AS. di skenario alternatif, penurunan di bawah 1.1850 per dolar AS dapat membuat jalan menuju 1.1730 per dolar AS,” katanya dalam publikasi risetnya, Selasa (17/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Eva Rianti

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper