Bisnis.com, BALIKPAPAN - Emiten penjual alat berat PT Intraco Penta Tbk. menargetkan kontribusi pendapatan berulang terhadap total pendapatan tahunan perseroan dapat mencapai 50%.
Fred L. Manibog, Direktur Keuangan Intraco Penta mengatakan target tersebut ditetapkan seiring masuknya perseroan ke bisnis pembangkit listrik belakangan ini.
Perseroan mulai merambah bisnis ini sejak 2015 lalu dengan meraih PAPA dari PLN untuk membangun PLTU 2x100 MW di Bengkulu senilai US$360 juta, atau sekitar Rp4,7 triliun dengan kurs Rp13.000 per US$.
Groundbreaking proyek tersebut sudah dilakukan tahun lalu dan kini masih melanjutkan konstruksi. Targetnya, proyek ini rampung dan beroperasi komersial pada Februari 2020.
Di sisi lain, emiten dengan kode saham INTA ini pun pada Juni tahun ini telah menuntaskan akuisisi 30% saham PT Petra Unggul Sejahtera, pemilik 90% saham PT TJK Power yang mengoperasikan PLTU di Batam berkapasitas 2x55 MW. Pembangkit ini sudah beroperasi sejak 2012 dengan tingkat kesiapan pembangkit (AF) mencapai rata-rata di atas 90%.
Jadi, perseroan sedikitnya akan memiliki dua PLTU hingga 2020, yang mana masing-masingnya masih bisa ditingkatkan kapasitasnya sebab masih ada kecukupan lahan. Perseroan juga masih mengincar sejumlah tender pengadaan pembangkit listrik lainnya, tetapi sejauh ini masih dirahasiakan.
Fred mengatakan, masuknya perseroan ke bisnis pembangkit listrik membantu perseroan untuk menjaga kestabilan bisnis perseroan di masa mendatang. Pasalnya, selama ini bisnis perseroan yang utamanya adalah penjualan alat berat sangat sensitif terhadap kondisi pasar komoditas tambang global, khususnya batu bara.
"Dengan adanya pembangkit ini, kami bisa dapat penghasilan tetap selama 25 tahun dari kontrak penjualan listrik pada PLN, sejauh kami bisa menjaga performa pembangkit kami. Bisnis pembangkit ini related dengan semua bisnis kami yang lain. Jadi, 50% kontribusi recurring income itu mencakup semua lini yang terdongkrak karena adanya listrik ini," katanya dalam acara public exposenya maraton di Balikpapan, Selasa (12/9/2017).
Saat ini, INTA menangani sejumlah lini usaha selain penjualan alat berat (construction equipment), yakni engineering & infrastructure, mining services, power generator, dan financing services.
Dengan adanya pembangkit ini, kami bisa dapat penghasilan tetap selama 25 tahun dari kontrak penjualan listrik pada PLN,
Fred mengatakan, selama ini kontribusi pendapatan berulang perseroan terhadap total penjualan baru sekitar 15%. Target 50% merupakan target jangka panjang yang diharapkan bisa dicapai setidaknya mulai 2020.
Pendapatan INTA pun cenderung fluktuatif tergantung kondisi bisnis pertambangan. Pasalnya, sekitar 80% hingga 90% pendapatan perseroan dikontribusikan oleh penjualan alat berat, yang mana kebanyakan untuk pertambangan batu bara.
Sejak 2011, pendapat perseroan berada dalam tren menurun hingga puncaknya 2015, yakni dari Rp3 triliun menjadi Rp1,32 triliun. Namun, membaiknya harga batu bara mulai membangkitkan kembali bisnis perseroan mulai tahun lalu. Top line tahun lalu sudah meningkat menjadi Rp1,5 triliun dan tahun ini ditargetkan mencapai Rp1,8 triliun.
Sepanjang semester pertama tahun ini, pendapatan INTA sudah meningkat 39% yoy menjadi Rp1 triliun, dari Rp724 miliar pada semester pertama tahun lalu. Namun, catatan laba bersih perseroan turun hingga 78% lantaran keuntungan kurs tahun lalu sangat tinggi mencapai Rp74,6 miliar, sementara tahun ini hanya Rp15,8 miliar.
Fred mengatakan, masuknya perseroan ke bisnis pembangkit listrik tujuannya selain untuk mendongkrak kinerja, juga untuk menciptakan legacy melalui perwujudan visi "Perusahaan yang Membangun Ekonomi Setempat". "Dengan kita menghadirkan listrik di satu daerah, kita membuka peluang investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah itu," katanya.