Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham Jepang berakhir melemah pada perdagangan hari ini (Kamis, 8/6/2017), tertekan oleh penguatan mata uang yen terhadap dolar AS yang berpotensi menekan prospek laba eksportir.
Indeks Topix hari ini dibuka dengan penguatan 0,34% atau 5,44 poin di level 1.602,53 dan berakhir melemah 0,42% atau 6,68 poin ke 1.590,41.
Dari 2.013 saham pada indeks Topix, 696 saham di antaranya menguat, 1.196 saham melemah, dan 121 saham stagnan.
Adapun indeks Nikkei 225 ditutup melemah 0,38% atau 75,36 poin ke level 19.909,26, setelah dibuka dengan penguatan 0,32% atau 63,66 poin di 20.048,28.
Sebanyak 71 saham menguat, 140 saham melemah, dan 14 saham stagnan dari 225 saham pada indeks Nikkei.
Saham SoftBank Group Corp. yang melorot 1,61% menjadi penekan utama terhadap pelemahan Nikkei, diikuti oleh Dentsu Inc. yang anjlok 3,16% dan KDDI Corp. yang turun 0,96%.
Baca Juga
Sementara itu, nilai tukar yen siang ini terpantau menguat 0,22% atau 0,24 poin ke 109,58 yen per dolar AS pada pukul 13.58 WIB, setelah kemarin ditutup melemah 0,37% atau 0,40 poin di posisi 109,82.
Dilansir Bloomberg, nilai tukar yen menguat terhadap dolar AS setelah bank sentral Jepang (Bank of Japan/BOJ) dikabarkan mengkalibrasi ulang komunikasinya untuk mengakui pemikiran tentang bagaimana cara untuk menangani pencabutan stimulus moneter.
“Kabar tentang potensi BOJ berbicara tentang strategi keluar dari program QE mereka mendorong dollar-yen lebih rendah,” kata Khoon Goh, kepala penelitian Asia di Australia & New Zealand Banking Group Ltd.
Akan tetapi, ia tidak berpikir efek pada yen akan bertahan lama. Akan bijaksana jika bank sentral itu memikirkan bagaimana cara keluar dari kebijakan moneter yang tidak konvensional, namun bukan berarti hal itu akan terjadi dalam waktu dekat.
Di sisi lain, data revisi pertumbuhan ekonomi Jepang untuk kuartal I/2017 dilaporkan lebih rendah dari yang oleh pemerintah informasikan sebelumnya. Produk domestik bruto (PDB) Jepang berekspansi 1% secara tahunan pada kuartal pertama. Angka ini lebih rendah dari data awal dengan pertumbuhan sebesar 2,2%.