Bisnis.com, JAKARTA - Mata uang euro diperkirakan bertahan di atas level 1,11 per dolar AS meskipun sedang mengalami tren menurun.
Pada perdagangan Selasa (30/5/2017) pukul 17.31 WIB, mata uang euro turun 0,0004 poin atau 0,04% menuju 1,1160 per dolar AS. Ini merupakan penurunan dalam empat sesi perdagangan terakhir. Sepanjang tahun berjalan harga masih emnguat 6,13%.
Sementara itu, indeks dolar AS naik 0,016 poin atau 0,02% menjadi 97,458. Dolar menguat dalam tiga sesi perdagangan terakhir. Sepanjang tahun berjalan harga turun 4,65%.
Market economist Mizuho Bank Ltd Daisuke Karakama mengatakan euro cenderung melemah terhadap sebagian besar mata uang utama karena spekulasi pernyataan Presiden ECB Mario Draghi pada Senin (29/5). Draghi menyampaikan pihaknua siap mengumumkan penambahan stimulus moneter dalam pertemuan Dewan Gubernur ECB pada Kamis (8/6/2017).
Selain mengumumkan soal stimulus, diperkirakan bank sentral mempertahankan suku bunga di level 0%. Menurut Draghi zona euro masih membutuhkan stimulus tambahan demi mengejar target inflasi meskipun pertumbuhan kawasan tersebut mulai menunjukkan pemulihan yang kuat.
Nilai inflasi Benua Biru pada April 2017 telah mencapai 1,9%. Namun, angka tersebut masih di bawah target ECB sebesar 2% pada tahun ini.
"Komentar Draghi menghapus semua spekulasi soal sikap ECB dan memperjelas arah rapat pekan depan. Ini menjadi alasa terbesar investor dalam menimbang ulang kekuatan mata uang eruo," papar Karakama seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (30/5/2017).
Meskipun demikian, sambungnya, harga EUR terhadap USD tidak akan anjlok di bawah 1,11 per dolar AS dalam waktu dekat. Proyeksi ini sudah mempertimbangkan kemungkinan Federal Reserve mengerek suku bunga dalam Federal Open Market Committee (FOMC) 14 Juni 2017.
Karakama menambahkan, kejatuhan mata uang euro memberikan sentimen positif terhadap menghijaunya indek dolar AS. Indeks dolar AS (DXY) merupakan perbandingan greenback terhadap enam mata uang utama dunia.
Besar bobot masing-masing mata uang ditentukan oleh Federal Reserve berdasarkan pengaruhnya terhadap perdagangan Amerika Serikat. Kebijakan ini belaku sejak 1973.
Bobot yang paling besar terhadap DXY adalah mata uang Euro (EUR) sebesar 57,6%, disusul yen (JPY) 13,6%, poundsterling (GBP) 11,9%, dolar Kanada 9,1%, krona Swedia 4,2%, dan franc Swiss 3,6%.