Bisnis.com, JAKARTA--Mata uang pound sterling berpeluang menguat dalam waktu dekat seiring dengan keputusan Mahkamah Agung yang menetapkan pemerintah Inggris harus melalui proses voting parlemen sebelum meninggalkan Uni Eropa.
Di sisi lain, dolar belum mengalami penguatan signifikan karena investor masih mencari arah kebijakan Presiden Donald Trump ke depan.
Pada perdagangan Selasa (24/1) pukul 18:52 WIB, indeks dolar rebound 0,18 poin atau 0,18% menuju 100,34. Sebelumnya indeks menyentuh 100,16, yang menjadi level terendah sejak pekan pertama Desember 2016.
Sementara pada pukul 19:03 WIB, mata uang pound sterling tergelincir 0,65% atau 0,0082 poin menuju 1,2453 per dolar AS. Hari sebelumnya, GBP menyentuh level 1,2535 per dolar AS, yang menjadi posisi tertinggi sejak pekan kedua Desember 2016.
Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Vidi Yuliansyah menuturkan, kemarin dolar mengalami rebound karena meredanya kekhawatiran sejenak akibat belum jelasnya arah ekonomi AS di bawah kepemimpinan Trump. Dalam pidato pelantikannya, Jumat (20/1), Trump mengisyaratkan akan menjalankan kebijakan yang proteksionis.
Pernyataan tersebut memicu adanya potensi perang dagang dengan negara lain, terutama dari kawasan Asia. Alhasil selera pasar terhadap dolar masih minim.
"Pasar menunggu perkembangan lanjutan dari arah pemerintahan Trump dalam 1-2 pekan ke depan, sehingga dolar belum akan kuat. Tekanan yang minim berpotensi menaikkan pound sterling," ujarnya saat dihubungi, Selasa (24/1/2017).
Mata uang pound sterling melemah setelah Mahkamah Agung memutuskan pemerintah Inggris harus mendapatkan persetujuan parlemen sebelum memulai proses formal untuk keluar dari Uni Eropa. Padahal, Perdana Menteri Theresa May menginginkan proses Brexit dapat langsung berjalan tanpa campur tangan parlemen, yang kemudian disebut sebagai pernyataan hard brexit.
Menurut Vidi, keputusan MA idealnya direspon positif oleh pasar yang sebagian besar menghindari terjadinya Brexit dan menjadi tenaga baru bagi penguatan pound sterling.
Namun, tampaknya pasar menganggap dampak putusan MA membuat proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa semakin panjang, sehingga mengurangi permintaan GBP.
"Sentimen terbaru Brexit dan ketidakpastian Trump akan memengaruhi kondisi pasar global. Semakin panjang proses Brexit, maka pasar menganggap semakin panjang periode ketidakpastian," tambahnya.
Saat ini, pasar masih mencerna dampak keputusan MA terkait Brexit. Mereka juga menunggu respon May terhadap keputusan tersebut.
Dari sisi fundamental, pergerakan GBP dan USD akan ditentukan oleh rilis data pertumbuhan domestik beruto (PDB) kuartal IV/2016. Data PDB Inggris dilansir pada Kamis (26/1), sedangkan data PDB AS pada Jumat (27/1).
Vidi menyampaikan, pasar semakin kurang berselera terhadap dolar karena menunggu rilis data ekonomi AS, yakni PDB AS periode kuartal IV/2016 kategori advance. Konsensus memperkirakan data PDB hanya akan tumbuh 2,1% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,5%.
Sebagai informasi, data PDB AS dikeluarkan dalam tiga tahap setiap bulan, yakni advance (terdepan), preliminary (selanjutnya), dan final (akhir). Data PDB advance cenderung memiliki dampak yang paling besar.
Adapun PDB Inggris juga diprediksi tumbuh melambat menjadi 0,5% dari triwulan sebelumnya 0,6%. Namun, data ini dianggap lebih baik dari PDB AS, sehingga pound sterling memiliki peluang untuk menguat hingga akhir pekan.
"Sampai akhir pekan, rentang harga pound sterling diprediksi antara 1,24-1,26 per dolar AS," ujarnya.