Bisnis.com, JAKARTA--Harga minyak stabil di atas level US$51 per barel setelah persediaan Amerika Serikat merosot ke posisi terendah sejak Januari 2016. Di sisi lain, pasar semakin yakin rapat OPEC dapat memberikan hasil signifikan.
Pada perdagangan Kamis (20/10) pukul 17:18 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak November 2016 turun 0,47 poin atau 0,91% menjadi US$51,13 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Desember 2016 merosot 0,46 poin atau 0,87% menjadi US$52,21 per barel.
Data U.S. Energy Information Administration (EIA) yang dirilis Rabu (19/10) menunjukkan stok minyak mentah AS per Jumat (14/10) turun 5,25 juta barel menuju 468,71 juta barel. Angka ini merupakan persediaan terendah sejak Januari 2016.
Sementara tingkat produksi naik tipis sebesar 14.000 barel per hari menjadi 8,46 juta barel per hari. Akan tetapi, level itu menunjukkan penurunan 8,18% atau 755.000 barel sepanjang tahun berjalan.
Harga WTI mengambang di sekitar level US$50 per barel karena pasar masih menunggu sikap OPEC dalam rapat yang digelar akhir bulan depan. Menteri Energi dan Industri Arab Saudi Khalid Al-Falih menyampaikan sejumlah negara produsen monyak mentah akan bergabung dengan OPEC dalam pemangkasan produksi.
Ric Spooner, chief market analyst CMC Markets, mengatakan ada dua faktor utama yang menjadi pertimbangan pasar, yakni turunnya persediaan AS dan tindak lanjut rencana OPEC.
"Persediaan minyak mentah AS sudah menuju ke arah yang tepat, meskipun jumlahnya masih sangat tinggi. Pasar pun menanggapi positif terhadap rencana OPEC memangkas pasokan," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (20/10/2016).
Standard Chartered dalam publikasi risetnya, Senin (17/10), memaparkan harga minyak Brent terus berkonsolidasi di atas level US$50 per barel dan mencapai posisi tertinggi US$53,73 per barel pada 10 Oktober 2016. Kelanjutan momentum positif akan sangat bergantung kepada proses kerjasama antar produsen.
Momen tepat untuk menjadin kerjasama tersebut ialah dalam rapat OPEC pada 30 November 2016. Sebelumnya, pertemuan dalam agenda International Energy Forum di Aljazair dan World Energy Congress di Turki selalu memberikan kabar baik.
Di luar OPEC, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dukungan terhadap OPEC dan siap turut serta memangkas produksi. Akan tetapi, muncul kabar bahwa Putin menginginkan pembekuan dibandingkan penurunan produksi.
Rapat November di Wina, Austria juga mendapat halangan dari sesama anggota OPEC. Libya dan Nigeria berencana memacu produksi setelah kegiatan industri penambangan mereka terganggu akibat serangan teroris.
Libya diperkirakan bisa menghasilkan 560.000 barel per hari atau 200.000 barel lebih tinggi dari produksi September 2016. Namun, lingkungan politik yang masih belum stabil masih memungkinkan proses peroduksi kembali mengalami hambatan.
Adapun di Nigeria, tingkat produksi bisa digenjot hingga 1,8 juta barel per hari. Per September 2016, hasil minyak mentah baru sejumlah 1,4 juta barel per hari.