Bisnis.com, JAKARTA--Harga kakao diperkirakan bakal tertekan akibat membaiknya suplai setelah membaiknya cuaca.
Pada perdagangan Selasa (11/10), harga coklat dalam kontrak Desember 2016 di ICE Futures naik 9 poin atau 0,34% menjadi US$2.666 per ton.
Angka ini menunjukkan harga yang terkoreksi 16,16%. Dalam perdagangan sebelumnya, harga mencapai level terendah dalam sejak Januari 2015.
Boyd Cruel, senior market analyst High Ridge Futures, mengatakan harga kakao yang mengalami peningkatan pada paruh pertama 2016 kini sudah merosot. Pasalnya, produksi mulai pulih setelah masa cuaca kering terlewati.
Menurutnya, pasar masih dalam kecenderungan untuk menurun. Alasannya, proyeksi produksi dalam sisa tahun ini akan pulih setelah menghadapi cuaca kering.
Meskipun demikian, Pantai Gading sebagai produsen kakao terbesar di dunia sedang mengalami curah hujan yang tinggi, sehingga menganggu hasil panen.
"Pasar masih dalam kecenderungan untuk menurun, dan jangka panjang masih spekulatif," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (11/10/2016).
Laporan Bank Dunia menuliskan, harga kakao meningkat 4% di kuartal II/2016 (qoq) menjadi US$3,1 per kg dari sebelumnya US$2,98 per kg. Tren kenaikan terjadi karena melebarnya defisit pada musim 2015-2016.
Penurunan produksi di wilayah Amerika Selatan, terutama Brasil, dan Pantai Gading sebagai produsen terbesar menjadi pemicu utama. Namun, efek Brexit dan pound sterling masih membatasi reli harga.
Sampai akhir tahun, Bank Dunia memprediksi harga kakao di posisi US$3,1 per kg, turun 1,27% dari 2015 senilai US$3,14 per kg.