Bisnis.com, JAKARTA - Saat Indeks harga saham gabungan kembali meraih jawara bursa utama dunia, Indeks Bisnis-27 mampu mencatatkan kinerja gemilang dengan lompatan yang jauh lebih tinggi dari IHSG.
Indeks Bisnis-27 berhasil melompat 17,74% sepanjang tahun berjalan, lebih tinggi dibandingkan dengan IHSG yang mencapai 15%. Bahkan, Indeks Bisnis-27 melampaui kinerja LQ-45 yang tumbuh 14,45% year-to-date.
Padahal, IHSG kembali menyabet pertumbuhan tertinggi dunia sejak awal tahun di antara bursa-bursa utama sejagad. IHSG dibuntuti oleh bursa saham Thailand yang mengalami kenaikan 10,62% y-t-d.
Lonjakan IHSG ditopang oleh moncernya sektor pertambangan yang melesat 46,06% hingga akhir pekan lalu. Kenaikan sektor pertambangan disokong oleh melompatnya saham-saham tambang sejak awal tahun ini.
Senior Market & Technical Analyst PT Daewoo Securities Indonesia Heldy Arifien, menilai lonjakan saham sektor pertambangan terjadi lantaran adanya momentum positif. Tetapi, dia mengingatkan akan adanya koreksi pada sektor mining bila telah melonjak terlalu tinggi.
"Kalau dari sisi kinerja emiten pertambangan, yang masih positif itu perusahaan dengan pasar domestik. Kalau orientasinya ekspor, dipastikan masih tertekan sampai akhir tahun," katanya saat dihubungi Bisnis.com, Senin (12/9/2016).
Pada perdagangan Jumat (9/9/2016), IHSG ditutup terkoreksi 1,66% sebesar 89,16 poin ke level 5.281,92 dengan penurunan sepekan 1,34%. Investor asing membukukan net sell Rp914 miliar dengan capaian net buy Rp36,57 triliun sejak awal tahun.
Heldy menjelaskan, kenaikan indeks sektor pertambangan tidak terlalu berpengaruh besar terhadap IHSG. Justru, saham sektor keuangan yang melonjak 13,96% dan konsumer 17,74% menjadi bobot besar bagi IHSG.
Pada kondisi berkebalikan, saham-saham semen berguguran. Padahal, sektor industri kimia dasar melonjak 24,31% hingga akhir pekan lalu. Sejumlah sentimen negatif telah memukul korporasi semen tahun ini.
Intervensi pemerintah terhadap harga jual semen menjadi titik awal sentimen negatif. Kemudian, banyaknya pemain baru dari negara-negara tetangga, termasuk China, membuat pangsa pasar kian menyempit.
Ekspektasi pelaku pasar terhadap dorongan infrastruktur di Pemerintahan Kabinet Kerja mulai luntur. Terutama setelah terjadi penundaan sejumlah proyek yang membuat penjualan semen juga terkontraksi.
Kembali ke saham-saham sektor pertambangan, dua emiten paling moncer saat ini adalah PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) dan PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk. (PTBA).
Saham ADRO melompat 144,23% dan PTBA melonjak 121,07% sepanjang tahun berjalan. Kedua emiten itu didukung sentimen positif dengan pangsa pasar domestik dan ekspansi ke sektor kelistrikan.
"Emiten tambang berorientasi ekspor itu tidak terlalu bagus. Kalau lihat ADRO dan PTBA adalah domestic players. Mereka juga ekspansi ke power plant," tuturnya.
Sementara itu, sisa waktu hingga akhir tahun dinilai masih harus menyoroti saham-saham yang berkaitan dengan program Presiden Joko Widodo. Fokus Jokowi di sektor infrastruktur diperkirakan menjadi katalis positif bagi emiten terkait.
Tidak hanya infrastruktur dan konstruksi, Heldy juga menyarankan pelaku pasar untuk memperhatikan sektor perbankan dan consumer goods. Likuiditas market yang melambung seiring dengan pasar global membuat investor asing diproyeksi memburu saham-saham sektor infrastruktur, perbankan, dan consumer goods.
Pekan ini, sambungnya, keputusan Federal Reserve yang menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) diyakini tidak akan menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FRR). Jajak pendapat bahkan memproyeksikan The Fed baru akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember 2016 atau pada 2017.
Dari dalam negeri, kata dia, pelaku pasar masih memantau realisasi amnesti pajak pada tahap pertama hingga akhir September 2016. Akhir pekan lalu, uang tebusan tax amnesty mencapai Rp8,93 triliun sebesar 5,4% dari total target dengan total pernyataan harta Rp388 triliun.
Dia memerkirakan, hingga akhir September, realisasi uang tebusan bakal mencapi 6%-8%. Realisasi tax amnesty ini masih menjadi katalis positif bagi pergerakan Indeks di lantai bursa.
Pada pekan ini, IHSG diperkirakan masih akan tertekan ke level 5.100 setelah sebelumnya menembus level 5.200. Minimnya sentimen membuat IHSG berkonsolidasi cenderung melemah seperti yang biasa terjadi pada September dan Oktober.
Terpisah, analis PT Bahana Securities Muhammad Wafi, menjelaskan IHSG diproyeksi akan sideways untuk menguji level all time high sebelumnya 5.523. IHSG diperkirakan tertekan pada perdagangan sepanjang bulan ini.
"Level support September 5.172-4.954-4.776 dan resistance 5.524-5.875-6.093," tuturnya.
Dia merekomendasikan untuk beralih dari portofolio sektor finansial, pertambangan, properti dan infrastruktur, ke sektor industri kimia dasar, aneka industri, dan perdagangan jasa.
Sektor agribisnis dan consumer goods dinilai telah menyentuh level terendah. Sehingga, kedua sektor itu diproyeksi memiliki ruang yang terbatas untuk kembali tertekan.