Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun terus didera tekanan global, Indeks harga saham gabungan (IHSG) masih menjadi jawara dengan penguatan tertinggi di antara bursa utama dunia sebesar 15% sepanjang tahun berjalan ke level 5.281,92.
Di Asia Pasifik, penguatan IHSG dibuntuti bursa Thailand 12,21% dan bursa Hang Seng 9,97%. Indeks MSCI Asia Pasifik sepekan juga terkoreksi 0,14% dengan penguatan 7,66% sejak awal tahun.
Kepala Riset PT Nong Hyup Koorindo Securities Indonesia Reza Priyambada menilai bursa Tanah Air terbilang masih menjanjikan bila dibandingkan dengan emerging market lainnya. Lantai bursa Indonesia memberikan return yang cukup tinggi seiring dengan penguatan mata uang rupiah.
"Dari sisi internal ada sentimen tax amnesty yang menjadi penopang untuk bertahannya investor di Indonesia. Sebagian besar investor mengamankan portofolio karena belum ada sentimen positif," katanya saat dihubungi Bisnis.com pada Jumat (9/9/2016).
Pada perdagangan Jumat, Indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,66% sebesar 89,16 poin ke level 5.281,92. Pekan ini, IHSG kembali terkoreksi 1,34% setelah pekan sebelumnya juga terkoreksi 1,57%.
Investor asing melepas portofolio dengan membukukan penjualan bersih (net sell) senilai Rp813,6 miliar sepanjang pekan ini. Akhir pekan, investor asing bahkan mencatatkan net sell Rp914,04 miliar.
Penjualan bersih oleh investor asing itu membuat capaian net buy sejak awal tahun menipis menjadi Rp36,57 triliun. Total kapitalisasi pasar Rp5.762 triliun dengan rasio harga saham terhadap laba bersih (price to earning ratio/PE) sebesar 26,37 kali.
Reza menjelaskan, pelemahan indeks dalam sepekan, terjadi lantaran tidak banyaknya sentimen yang mempengaruhi lantai bursa. Pelaku pasar belum banyak merespons sentimen. Tentunya, pelaku pasar memilih menjauh dari bursa saham.
Pelemahan IHSG pekan ini seiring melemahnya bursa global. Koreksi itu terjadi lantaran belum ada kepastian bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve terkait rencana penaikkan suku bunga acuan pada bulan ini.
Tidak hanya itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi (product domestic bruto/PDB) yang dikoreksi dari 5,2% menjadi 5,1% pada 2017, membuat pelaku pasar bereaksi negatif. Investor menganggap pemerintah pesimistis terhadap outlook perekonomian pada tahun depan.
Sementara itu, keluarnya investor asing dari lantai bursa dinilai sebagai antisipasi penaikan Fed Fund Rate (FFR) oleh The Fed. Pelaku pasar dari luar negeri masih menunggu kesempatan, sehingga bila ada kesempatan, investor bakal kembali masuk ke Indonesia.
"Pelemahan yang terjadi saat ini sudah pernah terjadi di awal Juli 2016, pelemahan hanya temporer," tuturnya.
Pada kesempatan berbeda, analis PT Reliance Securities Tbk. Lanjar Nafi, mengatakan bursa saham Asia mayoritas mengalami tekanan pada akhir pekan, kecuali indeks saham di Hong Kong.
Aksi jual pada saham global dan obligasi diperdalam setelah sinyalemen buruk bank sentral Eropa dan Jepang pada pelonggaran moneter lebih lanjut setelah turunnya prospek kenaikan suku bunga AS bulan ini.
Indeks saham di Hongkong menguat tertinggi sejak satu tahun terakhir seiring meningkatnya capital inflow dan asuransi china yang dapat membeli saham pada indeks Hang Seng melalui link perdagangan valuta dengan Shanghai. Data tingkat inflasi di China berkontraksi dengan ekspektasi dengan menurun di level 0,1% dari bulan sebelumnya.
Seiring tekanan yang terjadi pada bursa global, sambungnya, IHSG pun ditutup terkoreksi dengan diwarnai aksi jual yang cukup deras dengan ditutup terkoreksi 89,16 poin sebesar 1,66%. Aksi jual bersih investor asing sebesar Rp914,04 miliar.
"Aksi jual investor asing kemarin merupakan yang terbesar sejak 36 pekan terakhir," tuturnya.
Total capital outflow yang terjadi pada pekan ini cukup besar senilai Rp813,6 miliar. Data ekonomi pun menjadi penekan IHSG diantaranya tingkat penjualan ritel yang turun ke level 6,7% dari 16,4% pada periode sebelumnya.
Bursa Eropa dibuka pada zona negatif di tengah kekhawatiran investor terhadap keraguan bank sentral pada pelonggaran kebijakan moneter yang dirasa berlebihan. Aktifitas ekspor di Jerman berkontraksi dengan ekspektasi yang mengalami penurunan 2,6% dari 0,2% pada periode sebelumnya dan ekspetasi naik 0,25% menjadi salah satu penambah kekhawatiran investor terhadap pasar ekuitas global.
Sentimen selanjutnya pada pekan depan di antaranya tingkat penjualan ritel di China, tingkat inflasi di Jerman dan hasil komentar ECB menanggapi kebijakan moneter.
Berikut data pergerakan indeks saham utama dunia sejak awal tahun 2016:
Indeks negara | Level | Perubahan (%) | Year-to-date (%) |
IHSG Indonesia | 5.281,92 | -1,66 | +15,00 |
KLCI Malaysia | 1.686,44 | -0,29 | -0,36 |
DJIA Amerika Serikat | 18.479,91 | -0,25 | +6,05 |
Hang Seng Hong Kong | 24.099,70 | +0,75 | +9,97 |
Kospi Korea Selatan | 2.037,87 | -1,25 | +3,90 |
SE Australia | 5.339,18 | -0,86 | +0,82 |
Strait Times Singapura | 2.873,33 | -0,73 | -0,33 |
SE Inggris | 6.837,17 | -0,31 | +9,53 |
SSE China | 3.078,85 | -0,55 | -13,01 |
Nikkei Jepang | 16.965,76 | +0,04 | -13,15 |
Keterangan: per 9 September 2016
Sumber: Bloomberg, diolah.