Bisnis.com, JAKARTA--Tidak kurang dari 16 emiten mengumumkan untuk menerbitkan saham baru pada tahun ini dengan perolehan dana mencapai lebih dari Rp50 triliun.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis.com, emiten rokok PT Bentoel Internasional Investama Tbk. (RMBA) tercatat menjadi penerbit saham baru melalui mekanisme rights issue tertinggi sebesar Rp13,99 triliun. Perseroan akan merilis 36,84 miliar lembar saham baru untuk mendanai pembayaran utang.
Direktur PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai aksi korporasi berupa rights issue menjadi pilihan terakhir bagi emiten. Biasanya, emiten yang akan berekspansi bakal memilih dana dari laba ditahan, obligasi, dan pinjaman, terlebih dahulu.
"Kalau sudah mentok, mereka baru rights issue. Kesannya kinerja penerbit saham baru itu kurang baik," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (19/4/2016).
Dia menjelaskan, kinerja emiten penerbit rights issue maupun private placement, terbilang kurang menggembirakan pada tahun lalu. Itu terjadi lantaran kondisi perekonomian global memburuk dan berpengaruh pada makro ekonomi domestik.
Iklim ekonomi dunia, sambungnya, juga berpengaruh pada rendahnya harga komoditas di dalam negeri. Tentunya, kinerja korporasi turut tertekan terutama akibat penurunan daya beli, pengetatan likuiditas, hingga tingginya suku bunga perbankan.
Tahun lalu, katanya, emiten perbankan menunjukkan lonjakan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Perbankan juga mengambil posisi berhati-hati dalam penyaluran kredit akibat mahalnya bunga.
Pada saat bersamaan, korporasi harus melakukan restrukturisasi utang. Sehingga, sebagian besar emiten menggelar rights issue untuk membayar utang yang dimiliki perseroan.
Memang, diakuinya aksi rights issue dapat menjadi indikator mulai membaiknya pasar modal di Indonesia. Tahun ini, Indeks harga saham gabungan (IHSG) mulai bergerak positif dan dimanfaatkan oleh korporasi untuk menggelar rights issue.
Menurut dia, aksi rights issue yang diproyeksikan untuk melakukan ekspansi oleh emiten akan lebih diapresiasi oleh pemegang saham. Artinya, dana yang disuntikkan oleh pemilik modal akan berpotensi untuk dikembangkan.
Akan tetapi, sambungnya, jika dana hasil perolehan rights issue digunakan oleh emiten untuk membayar utang, pemegang saham tidak menyukainya. Pasalnya, modal yang disuntikkan oleh pemegang saham digunakan untuk membayar utang kepada kreditor.
Sementara itu, jika perolehan dana hasil rights issue digunakan untuk ekspansi, dipastikan harga saham di pasar akan terkerek naik. Biasanya, harga pelaksanaan saham baru akan lebih rendah dari harga pasar.
Sebaliknya, jika emiten berniat untuk menggunakan dana hasil rights issue untuk membayar utang, pergerakan saham akan merosot di pasar. Pemegang saham tidak memiliki pilihan, mereka harus menyerap rights issue bila tidak ingin terdilusi.
Adapun, jika emiten mematok harga rights issue lebih tinggi dari harga pasar, dipastikan akan ada pembeli siaga. "Artinya pemegang saham pengendali bisa berubah, mereka mengusir secara halus investor lama," jelasnya.