Bisnis.com, JAKARTA--Keseimbangan antara tingkat pasokan dan permintaan membuat harga bijih besi bergerak positif pada awal 2016.
Namun, tren harga hingga akhir tahun diprediksi bakal bearish seiring dengan melimpahnya suplai.
Pada perdagangan Selasa (12/4) harga bijih besi untuk kontrak September 2016 naik 3,63% menjadi US$62 per ton. Angka tersebut menunjukkan sepanjang tahun berjalan harga sudah meningkat sebanyak 28,78%.
Sebelumnya, harga sempat mencapai puncak pada 21 Maret 2016 sebesar US$65,33 per ton dengan kenaikan 37,22% sepanjang tahun berjalan. Namun, reli terhenti dan terus terjatuh pada pekan lalu hingga tejadi reli hingga kemarin.
JP Morgan dalam risetnya menyampaikan melambungnya harga bijih besi disebabkan adanya gangguan produksi baja dan penyetokan ulang di China. Pada kuartal I/2016, harga sudah naik sebanyak 21,7%.
Produksi baja, yang menggunakan bahan baku bijih besi, di China pada tahun ini diprediksi menurun 2% menjadi 784 juta ton. Ke depan, dampak dari penyetokan bahan baku di awal 2016 menopang kenaikan harga pada semester pertama.
Ada dua faktor yang mendukung mengilapnya harga, yakni adanya gangguan pasokan dan naiknya pertumbuhan ekonomi Negeri Panda. Meskipun demikian, harga diprediksi bakal meluncur pada paruh kedua 2016.
Kelebihan pasokan menjadi kendala utama agar harga terus menghijau. Morgan memperkirakan pasar global masih akan kelebihan stok bijih besi lebih dari 100 juta ton sampai 2017.