Bisnis.com, JAKARTA--Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia diprediksi merosot seiring dengan memburuknya kondisi tanaman akibat cuaca El Nino. Alhasil, proyeksi harga menunjukkan tren positif.
Pada penutupan perdagangan Bursa Malaysia Senin (28/3) harga CPO untuk kontrak Juni 2016 naik 35 poin menjadi 2.578 ringgit per ton. Angka tersebut merupakan level tertinggi sejak Maret 2014.
Direktur Godrej International Ltd. Dorab Mistry menuturkan serangan cuaca El Nino telah mengancam keberlangsungan tanaman kelapa sawit di Negeri Jiran. Oleh karena itu, produksi minyak kelapa sawit atau CPO produsen kedua terbesar di dunia itu bakal merosot 1,5 juta ton sepanjang tahun ini yang berakhir September 2016.
Namun, sambungnya, produksi CPO Malaysia bisa berkurang hingga 2 juta ton atau mencapai level 19 juta ton. Sementara Indonesia sebagai pemasok terbesar di dunia bakal menghasilkan sekitar 31 juta ton.
Pengurangan produksi CPO sebagai bahan baku makanan, kosmetik, dan bahan bakar nabati membuat harga pada bulan ini mencapai titik tertinggi dalam dua tahun terakhir. Adapun dalam dua dekade ke belakang, El Nino menghambat penanaman kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia yang memasok 86% suplai dunia.
Melihat fakta tersebut, Mistry memperkirakan suplai CPO pada semester I/2016 akan terkoreksi 1 juta ton dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Alhasil, harga CPO bisa terkerek hingga 3.000 ringgit Malaysia per ton atau US$744 per ton pada akhir tahun.
"Besarnya El Nino melakukan semua, mulai dari menurunkan produksi hingga meningkatkan harga," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (28/3).
Berdasarkan konsesus survei Reuters, stok minyak sawit Malaysia bakal merosot 2,1 juta ton. Faktor utama yang menyebabkan berkurangnya pasokan ialah dampak cuaca kering akibat el nino.
Data Malaysian Palm Oil Board menyebutkan, pada Februari 2016 stok minyak sawit Malaysia jatuh ke level terendah dalam delapan bulan terakhir menjadi 2,17 juta ton. Sedangkan produksi merosot ke posisi terendah sejak Februari 2007.
Mistry melanjutkan, cadangan CPO dunia akan turun drastis termasuk dari negara konsumen terbesar seperti India dan China. Selisih antara suplai dan permintaan pada musim 2015-2016 diprediksi berkisar 4,3 juta ton, atau naik 0,1 juta ton dibandingkan laporan di bulan sebelumnya.
Di sisi lain, program biodiesel di Indonesia berlangsung dengan baik karena setiap bulan mampu menghasilkan 200.000 ton. Oleh karena itu, ekspor CPO Negeri Garuda bakal merosot ke posisi 1,95 juta ton pada Februari seiring tingginya konsumsi domestik.
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan volume ekspor minyak sawit Indonesia Januari 2016 sebesar 2,1 juta ton atau menurun 16% dibandingkan Desember 2015 yang mencapai 2,5 juta ton.
Analis MIDF Amanah Investment Bank Berhad Alan Lim dalam publikasinya (25/3) menyampaikan, ada tiga faktor utama yang mendongkrak harga CPO di 2016, yakni ekkspektasi berkurangnya produksi dan stok pasokan, merosotnya panen kedelai Amerika Serikat, serta rendahnya harga minyak mentah sehingga tidak berpengaruh terhadap laju harga minyak sawit.
Menjelang akhir paruh pertama 2016, stok minyak sawit Malaysia diperkirakan turun ke tingkat kritis, yakni 1,5 juta ton. Seiring dengan terkoreksinya pasokan, harga pun bergerak menghijau dan berpotensi mencapai 3.000 ringgit Malaysia per ton.
Menurut MIDF, dalam periode tersebut harga CPO cenderung seimbang dengan minyak kedelai. Sebelumnya, fenomena langka ini pernah terjadi pada Februari 2011.
Ketika itu, harga CPO dapat menyentuh posisi 3.800 ringgit Malaysia per ton saat persediaan turun menjadi 1,48 juta ton. Asumsinya, harga minyak kedelai ke depan meningkat sedikit ke level US$725 per ton dengan posisi nilai tukar 4,15 ringgit per dolar AS.
United States Department of Agriculture (USDA) memprediksi pasokan kedelai AS tahun ini berkurang menjadi 106,93 juta ton. Sedangkan suplai global juga terkoreksi menuju 320,21 juta ton.
"Turunya produksi kedelai menjadi sentimen positif bagi CPO karena minimnya kompetisi CPO dengan minyak kedelai," tutur Lim.
Selain itu, secara historis harga minyak mentah yang ambrol membuatnya tidak lagi menjadi penentu pergerakan CPO. Lim berpendapat, harga minyak Brent baru akan memberikan efek ketika berhasil mencapai US$80 per barel seperti pada November 2014.
Produksi Terhadang El Nino, Harga CPO Lanjutkan Reli
Produksi minyak kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia diprediksi merosot seiring dengan memburuknya kondisi tanaman akibat cuaca El Nino. Alhasil, proyeksi harga menunjukkan tren positif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
39 menit yang lalu
Ini Biang Kerok Bikin Kinerja IHSG Paling Boncos se-Asia Tenggara
55 menit yang lalu