Bisnis.com, JAKARTA--Masa jaya komoditas batu bara tampaknya belum menggeliat kembali pada tahun ini, meski harga minyak mentah mulai merangkak naik. Sejumlah perusahaan batu hitam itu harus tetap mengencangkan ikat pinggang agar pundi-pundi keuntungan tidak tertekan.
Tujuh dari 21 perusahaan tambang batu bara yang melantai di pasar modal telah melaporkan kinerja keuangan periode 2015. Pendapatan yang diraup emiten tambang batu bara rata-rata terkoreksi 15,14% dengan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk ambruk 26,19% year-on-year.
Penurunan pendapatan terdalam hingga 22,2% menjadi US$353,18 juta, harus dialami oleh PT Golden Energy Mines Tbk. (GEMS) milik taipan Eka Tjipta Widjaja dari Grup Sinarmas. Sedangkan, laba bersih emiten yang baru saja mengakuisisi Asia Resources Minerals Plc. (ARMS) sebagai pemilik PT Berau Coal Energy Tbk. (BRAU), juga menjadi penurunan terdalam hingga 81,37% menjadi US$2,01 juta.
Sebaliknya, PT Baramulti Suksessarana Tbk. (BSSR) menjadi emiten tambang batu bara paling moncer tahun ini ditengah tekanan harga komoditas yang dalam. Pendapatan BSSR melonjak 19,3% menjadi US$259,02 juta dengan laba bersih melesat 938,19% ke US$26,37 juta.
Direktur Utama Baramulti Suksessarana Henry Angkasa mengatakan perusahaan tambang batu bara yang dapat bertahan dari tekanan rendahnya harga komoditas saja patut disyukuri. Tidak sedikit perusahaan tambang batu bara yang harus gulung tikar dan beralih ke lini bisnis lain.
"Dalam kondisi tidak bagus, setidaknya bisa survive dengan efisiensi. Itu sudah bersyukur," katanya saat berbincang dengan Bisnis.com, Selasa (15/3/2016).
Harga minyak mentah yang mulai merangkak naik dari bawah US$30 per barel menjadi US$38 per barel, membuat perusahaan tambang batu bara berbesar hati agar harga jual batu hitam itu juga turut beringsut meningkat.
Tidak dapat dipungkiri, tekanan yang diproyeksi masih akan menghampiri emiten tambang batu bara pada tahun ini juga diamini oleh Direktur Keuangan Baramulti Suksessarana Eric Rahardja. Pendapatan perseroan pada tahun ini dipastikan bakal lebih rendah dari sebelumnya lantaran target produksi tak bertambah banyak, tetapi harga jual rerata batu bara diproyeksi masih meluncur.
Dia memerkirakan harga batu bara di pasar global masih akan tertekan, meski tak sedalam tahun lalu. Harga batu bara acuan (HBA) sepanjang tahun lalu turun 13% sebesar US$8 dari US$59 per ton menjadi US$51 per ton.
Bahkan, pada akhir 2015, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA rerata mencapai US$60,13 per ton, turun 17,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya US$72,62 per ton.
"Tahun ini bisa turun lagi, tapi tidak sedalam tahun lalu. Domestik sebenarnya harga lebih baik karena kurs rupiah dan HBA. Secara umum, masih tetap akan tertekan tetapi tidak seekstrim 2015," katanya saat paparan publik.
Bagaimana tidak, harga jual rerata batu bara yang dihasilkan Baramulti diperkirakan akan turun hingga di bawah US$30 per ton dari rerata tahun lalu US$34,47 per ton. Manajemen mengaku telah siap dengan segala risiko tekanan bisnis pada sektor tambang batu bara.
Tahun ini perseroan berencana untuk menambah porsi penjualan di pasar domestik hingga 30%-40% lantaran proyeksi permintaan yang meningkat. Padahal, tahun lalu penjualan di dalam negeri hanya mencapai 6,74% dengan ekspor ke India berkontribusi 87,11% terhadap revenue.
Produksi perseroan pada tahun ini ditargetkan mencapai 8,6 juta ton, lebih tinggi 11,3% dari realisasi tahun lalu 7,72 juta ton. Belanja modal (capital expenditure/Capex) yang dianggarkan perseroan naik 6,9% dari realisasi tahun lalu US$6,17 juta menjadi US$6,6 juta.
Kunci keberhasilan kinerja tahun lalu, emiten berkode saham BSSR tersebut, akan dilanjutkan saat ini dengan mengalokasikan mayoritas dana belanja modal untuk keperluan infrastruktur. "Bagaimana mentransportasikan dari tambang ke laut seefisien mungkin."
Bernasib lebih menderita, pendapatan dan laba bersih emiten tambang batu bara PT Adaro Energy Tbk. harus rela tertekan. Tahun lalu, pendapatan emiten berkode saham ADRO tersebut turun 19,27% menjadi US$2,68 miliar dan laba bersih terkoreksi 14,31% menjadi US$152,44 juta.
Adaro Energy membidik produksi tambang batu bara cenderung stagnan pada tahun ini termasuk menurunkan alokasi belanja modal lantaran harga komoditas yang masih lemah.
Direktur Utama Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan kinerja operasional tetap berjalan baik di tengah-tengah tantangan yang dihadapi di pasar batu bara dan ketidakpastian ekonomi dunia.
"Kami yakin bahwa penurunan saat ini merupakan bagian dari siklus dan fundamental batu bara tetap kokoh," katanya dalam siaran pers.
Pada tahun ini, manajemen ADRO membidik produksi batu bara mencapai 52 juta - 54 juta ton, hanya naik 1%-4% dari realisasi produksi tahun lalu 51,46 juta ton.
Begitu pula dengan belanja modal tahun ini yang dipangkas hingga 23% menjadi US$75 juta-US$100 juta dari realisasi tahun lalu US$98 juta. Padahal, tahun lalu perseroan menganggarkan belanja modal US$75 juta-US$125 juta.
Boy Thohir yang tercatat sebagai orang terkaya ke-42 di Indonesia versi majalah Forbes, dengan nilai kekayaan US$650 juta tersebut, memaparkan penurunan kinerja pada tahun lalu terjadi lantaran kelebihan pasokan yang terus menekan industri batu bara.
Penurunan pertumbuhan permintaan di China juga menambah tekanan terhadap harga komoditas tambang batu bara. Sehingga, harga jual rerata batu bara ADRO turun 14% y-o-y yang ditambah melorotnya volume penjualan 7% menjadi 53,11 juta ton.
Sepanjang tahun lalu, pendapatan yang dikantongi Adaro Energy amblas 19,2% menjadi US$2,68 miliar setara dengan Rp37,21 triliun (kurs Rp13.888 per dolar AS) dari tahun sebelumnya US$3,32 miliar. Pendapatan ADRO lebih rendah 3,1% dari proyeksi konsensus US$2,77 miliar.
Laba yang dapat diatribusikan kepada entitas induk juga terkoreksi 14,3% menjadi US$152,44 juta setara dengan Rp2,11 triliun dari sebelumnya US$177,89 juta. Laba bersih tersebut jauh di bawah estimasi konsensus 23,33% sebesar US$198,83 juta.
Dari pasar modal, Indeks sektor pertambangan justru menunjukkan optimistme dengan kenaikan imbal hasil 10,31% sepanjang tahun berjalan. Pada saat yang sama, Indeks harga saham gabungan (IHSG) melonjak 5,59% year-to-date.
Head of Equity PT Lautandhana Securindo Sanny Gunawan mengatakan harapan terhadap membaiknya kinerja emiten tambang batu bara pada tahun ini masih ada. Pada paruh kedua tahun ini, harga batu bara diproyeksi bakal meningkat seiring dengan rebound harga minyak dengan level keseimbangan baru mencapai US$40 per barel.
Selain harga minyak yang mulai rebound, katanya, pertumbuhan ekonomi nasional juga diproyeksi akan membaik pada paruh kedua tahun ini. Khususnya dimulai pada kuartal III/2016.
"Pasar domestik itu butuh untuk proyek 35.000 MW. Tapi masalahnya, batu bara dengan biaya penggalian lebih murah hanya tersisa sedikit. Proyek 35.000 MW harus dengan batu bara impor bila ingin murah," katanya secara terpisah.
Berikut rekapitulasi kinerja emiten tambang batu bara 2015 dalam juta dolar Amerika Serikat:
1. Pendapatan
No | Ticker | Pendapatan | ||
2014 | 2015 | % | ||
1 | ADRO | 3325.44 | 2684.47 | (19.27) |
2 | BSSR | 217.11 | 259.02 | 19.30 |
3 | DEWA | 234.66 | 240.12 | 2.33 |
4 | GEMS | 453.95 | 353.18 | (22.20) |
5 | ITMG | 1942.65 | 1589.4 | (18.18) |
6 | MYOH | 255.1 | 226.3 | (11.29) |
7 | PTBA | 1051.28 | 995.55 | (5.30) |
Jumlah | 7480.19 | 6348.04 | (15.14) |
2. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk
No | Ticker | Laba bersih | ||
2014 | 2015 |
| ||
1 | ADRO | 177.89 | 152.44 | (14.31) |
2 | BSSR | 2.54 | 26.37 | 938.19 |
3 | DEWA | 0.14 | 0.47 | 235.71 |
4 | GEMS | 10.79 | 2.01 | (81.37) |
5 | ITMG | 200.97 | 63.1 | (68.60) |
6 | MYOH | 22.6 | 24.7 | 9.29 |
7 | PTBA | 149.57 | 147.58 | (1.33) |
Jumlah | 564.5 | 416.67 | (26.19) |
Sumber: Laporan keuangan perseroan, diolah.
Keterangan: Kurs PTBA menggunakan kurs tengah Bank Indonesia, Rp12.440/US$ (31 Desember 2014) dan Rp13.795/US$ (31 Desember 2015).