Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Anak BUMN Konstruksi: Perbandingan PPRO Versus WTON

Dua anak badan usaha milik negara (BUMN) konstruksi telah melantai di pasar modal dengan kinerja fundamental dan capaian saham yang berbeda. Keduanya adalah PT Wijaya Karya Beton Tbk. dan PT PP Properti Tbk.
Dua anak badan usaha milik negara (BUMN) konstruksi telah melantai di pasar modal dengan kinerja fundamental dan capaian saham yang berbeda.
Dua anak badan usaha milik negara (BUMN) konstruksi telah melantai di pasar modal dengan kinerja fundamental dan capaian saham yang berbeda.

Bisnis.com, JAKARTA--Dua anak badan usaha milik negara (BUMN) konstruksi telah melantai di pasar modal dengan kinerja fundamental dan capaian saham yang berbeda. Keduanya adalah PT Wijaya Karya Beton Tbk. dan PT PP Properti Tbk.

Memang, keduanya melantai di pasar modal dengan waktu yang berlainan. Hanya selang setahun, anak usaha PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. itu menyusul 'saudara' sesama kontraktor pelat merah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Apabila ditelisik dari perkembangan kinerja, PT PP Properti Tbk. (PPRO) boleh sedikit berbangga. Emiten yang bergerak di bidan properti itu mencatatkan pertumbuhan laba bersih 196% menjadi Rp313,93 miliar pada kuartal III/2015 dari sebelum go public Rp106 miliar pada akhir 2014.

Sebaliknya, PT Wijaya Karya Beton Tbk. (WTON) justru hanya membukukan kenaikan tipis 9,24% menjadi Rp87,73 miliar pada kuartal III/2015 dari sebelum melantai di pasar modal Rp80,31 miliar pada awal 2014.

Akan tetapi, kinerja saham keduanya terjadi anomali bila diukur dari periode penawaran perdana (initial public offering/IPO). Saham PPRO hanya naik tipis 7% dari Rp185 menjadi Rp198 per lembar, sedangkan WTON melesat 63% dari Rp590 menjadi Rp965 per lembar, akhir pekan lalu.

Begitu pula dari kapitalisasi pasar yang mencapai Rp8,41 triliun untuk WTON dan PPRO sebesar Rp2,78 triliun. Sepanjang tahun berjalan, saham PPRO memberikan return 11,24% dan WTON memberi keuntungan terhadap investor sebesar 16,97%.

Analis PT Daewoo Securities Indonesia Mimi Halimin mengatakan WTON mencatatkan kinerja mengecewakan hingga 30 September 2015. Pendapatan emiten beton pra cetak itu ambrol 33,3% year-on-year selama sembilan bulan pertama pada tahun lalu.

Laba bersih WTON selama Januari-September juga ambruk 61% y-o-y menjadi Rp87,7 miliar dari Rp223,4 miliar pada periode yang sama. Kontrak baru yang diraih WTON diproyeksi mencapai Rp3,5 triliun sepanjang tahun dengan capaian Rp2,2 triliun selama sembilan bulan.

"Tahun ini, WTON menargetkan kontrak baru Rp4 triliun dengan carry over Rp1,7 triliun," katanya dalam riset terbaru.

Sebagai perusahaan terbesar dalam memproduksi beton pra cetak di Indonesia, dengan kapasitas 2,3 juta ton, dia memerkirakan perseroan bakal mendapat keuntungan dari rencana pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.

Bersama dengan sang induk, WIKA, dipastikan akan mereguk nikmatnya proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung. Perkiraan proyek pembangunan rel tersebut mencapai Rp6 triliun hingga Rp9 triliun jatuh ke tangan WTON.

Tahun ini, Daewoo Securities memproyeksi pendapatan yang dikantongi WTON mencapai Rp3,6 triliun dengan laba bersih Rp291,9 triliun. Rasio harga saham terhadap laba (price to earnings ratio/PE) 29,6 kali dari tahun lalu 43,8 kali.

Secara terpisah, analis PT Buana Capital Teuku Hendry Andrean dan Suria Dharma, menilai senada. Proyek infrastruktur yang digenjot pemerintah tahun ini diproyeksi bakal menguntungkan WTON.

"Tetapi kami masih takut pada dampak ketatnya kompetisi pada industri beton precast terhadap kekuatan WTON," ujar mereka dalam riset belum lama ini.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sambungnya, telah menandatangani 644 paket proyek dengan nilai Rp8,8 triliun pada 6 Januari lalu. Hal itu menjadi percepatan pembangunan proyek infrastruktur sekaligus menjadi katalis positif bagi WTON.

Mereka menyebut, kontrak baru yang diraih oleh WTON sepanjang periode 2015 naik 34,5% y-o-y menjadi Rp3,5 triliun dari Rp2,6 triliun. Lebih tinggi dari target perseroan sebesar Rp3,2 triliun.

Tahun ini, Buana Capital memproyeksi perolehan kontrak baru WTON bakal tumbuh 4% menjadi Rp3,9 triliun seiring dengan lonjakan proyek infrastruktur. Tahun ini, Buana Capital memproyeksi pendapatan WTON dapat mencapai Rp3,56 triliun dengan laba bersih Rp272 miliar.

Maxi Liesyaputra, analis PT Daewoo Securities Indonesia, memproyeksikan pendapatan PP Properti mengantongi lonjakan pendapatan 246% dalam sembilan bulan pertama pada 2015 menjadi Rp1 triliun. Periode yang sama, laba bersih PPRO melesat 314% y-o-y menjadi Rp205,9 miliar.

Pra penjualan yang diraup PPRO hingga November 2015 mencapai Rp1,9 triliun, sedikit lebih tipis dari target perseroan Rp2 triliun. Tahun lalu, manajemen PPRO membidik pendapatan Rp1,4 triliun dengan laba bersih Rp300 miliar.

"PPRO memiliki diversifikasi produk, perseroan tidak hanya membangun superblock, tetapi juga apartemen kelas menengah atas," tuturnya dalam kesempatan berbeda.

Anindya Saraswati, analis PT Danareksa Sekuritas, menilai lini bisnis properti PTPP itu bakal tumbuh kuat dengan dukungan dari pemegang saham, lokasi proyek yang bernilai tinggi, dan mayoritas proyek dalam masa penyelesaian.

Sepanjang periode 2014-2017, Danareksa memerkirakan marketing sales dan PE bakal tumbuh rerata 35,8% dan 63,1%. Tahun ini, Danareksa memerkirakan pendapatan PPRO dapat mencapai Rp1,96 triliun dengan laba bersih Rp366 miliar.

Direktur Keuangan PP Properti Indaryanto menuturkan perseroan membidik pertumbuhan marketing sales pada tahun ini mencapai 30% menjadi Rp2,6 triliun y-o-y. Perseroan juga tengah merampungkan pembentukan perusahaan patungan dengan grup properti asal Australia dalam menggarap proyek di Bekasi senilai Rp15 triliun.

PPRO juga berencana untuk menerbitkan obligasi  pada paruh kedua tahun ini dalam dua tahap masing-masing Rp300 miliar. Maret tahun ini, perseroan bakal kembali menerbitkan obligasi senilai  Rp300 miliar. Secara keseluruhan, dua bulan pertama Januari-Februari tahun ini perseroan telah menerbitkan Rp900 miliar dalam bentuk surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) dan obligasi.

Perolehan dana hasil penerbitan surat utang itu akan digunakan untuk ekspansi lahan, pendanaan proyek jangka panjang, dan refinancing utang. “Kami akan terbitkan Rp300 miliar untuk tenor 3 tahun dan Rp300 miliar untuk 5 tahun. Sekarang kami sedang ajukan pemeringkatan kepada Pefindo,” kata Indaryanto yang juga menjabat sekretaris perusahaan PPRO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper