Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengurangan Produksi Awal Maret, Harga Minyak Menguat

Harga minyak bergerak positif seiring keputusan rencana kesepakatan pembekuan produksi akan selesai pada 1 Maret 2016.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA--Harga minyak bergerak positif seiring keputusan rencana kesepakatan pembekuan produksi akan selesai pada 1 Maret 2016.

Langkah perjanjian yang diambil  diharapkan dapat membatasi pasokan secara signifikan dan mampu menstabilkan harga.

Pada perdagangan Senin (22/2) harga WTI kontrak April 2016 pukul 19:08 WIB naik 1,26 poin atau 3,97% menjadi US$32,99 per barel. Sedangkan minyak Brent untuk pengiriman April 2016 harganya berada di level US$34,22 per barel, meningkat 1,22 poin atau 3,76%.

Analis KDB Daewoo Jaehyun Son dalam risetnya menuturkan, pada pertengahan minggu kemarin harga minyak menguat karena sentimen positif adanya rencana pengurangan produksi dari sejumlah negara produsen utama.

Namun, pasar kecewa setelah kesepakatan yang terjalin hanya terjadi antara Arab Saudi dan Rusia yang setuju membekukan produksinya pada level Januari.

Secara keseluruhan, dalam seminggu lalu kenaikan persediaan minyak Amerika Serikat dan pernyataan Menteri Luar Negeri Arab Saudi yang tidak siap memotong produksi membuat minyak WTI tersungkur ke bawah US$30 per barel.

Son menyimpulkan, harapan adanya pemotongan pasokan menjadi satu-satunya cara mendorong perbaikan harga minyak. Walaupun begitu, harga tetap tidak akan mengalami peningkatan yang tajam dalam waktu dekat.

Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan perjanjian pembekuan produksi minyak akan diketok palu pada 1 Maret 2016. Iran yang dianggap oleh sejumlah pihak tidak akan menahan produksi, menurutnya justru akan turut bekerja sama.

Sementara itu, Minister of State for Petroleum Resources Nigeria Emmanuel Kachikwu menyampaikan, Irak dan Iran harus diperbolehkan memulihkan kembali pasar mereka yang hilang.

Iran baru saja dicabut sanksi ekspornya yang berlaku sejak 2012 pada bulan lalu, sedangkan Irak perlu memacu pendapatan negara yang anjlok akibat konflik di dalam negeri.

Analis Saxo Bank A/S Ole Sloth Hansen berpendapat pernyataaan Emmanuel menjadi sinyal bahwa tiga negara tersebut akan mempertahankan produksi, meskipun risiko harga minyak terjatuh di bawah US$30 per barel sudah di depan mata.

Sepanjang 2016 minyak mentah sudah terkoreksi sekitar 9% suplai global yang berlimpah. Sentimen negatif yang memengaruhinya dalam waktu dekat ialah data mingguan stok minyak AS yang meningkat, sementara Iran menggenjot produksi pasca penghapusan sanksi internasional.

Pekan lalu, Arab Saudi, Venezuela, dan Qatar mencapai kesepakatan awal di Doha untuk membekukan produksi pada level Januari, jika negara-negara lain bergabung dengan mereka.

Pada Januari, Arab Saudi memompa10,2 juta barel per hari. Adapun Negeri Beruang Merah pada Januari memacu pemompaan minyak mentah dan minyak kondensat naik 1,5% dari bulan sebelumnya menjadi 10,9 juta barel per hari.

Menteri Perminyakan Irak Adel Abdul Mahdi menyampaikan, OPEC tentunya menyambut baik negosiasi dengan negara-negara non anggota. Dia pun berjanji Irak akan ikut serta dan bersikap kooperatif dalam membantu pengendalian harga di pasar.

"Irak seperti Iran merupakan bagian dari OPEC. Jadi kami benar-benar harus ikut mengendalikan harga," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (22/2/2016).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper