Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DBS: Dolar Berbalik Menguat Pada Tahun Depan

DBS Group Research memprediksi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika atau Fed Fund Rate tidak akan dilakukan pada tahun ini.
Ilustrasi uang dolar AS/Today.com
Ilustrasi uang dolar AS/Today.com

Bisnis.com, JAKARTA - DBS Group Research memprediksi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika atau Fed Fund Rate tidak akan dilakukan pada tahun ini.

Ekonom DBS Group Research Gundy Cahyadi mengatakan ada kemungkinan The Fed akan menaikkan suku bunga pada awal tahun, selain itu ada asumsi lain pada kuartal III/2016.

"Prediksi awal kami Fed akan naik 25 basis poin tahun ini dan 4 kali tahun depan. Tapi sekarang, tidak seagresif. Kami melihat The Fed akan naik suku bunga sekali di kuartal I/2016, dan sekali lagi kuartal III/2016. Jadi dari 4 kali, sekarang kita lihat kenaikan The Fed hanya akan dilakukan dua kali pada tahun depan dengan porsi 25 basis poin," ujarnya dalam DBS Asian Insights Media Luncheon di Jakarta, Selasa (27/10/2015).

Walaupun langkah ini tidak seagresif yang diperkirakan sebelumnya, kebijakan The Fed ini akan tetep menunjang kuatnya dolar Amerika Serikat (AS).

Dolar AS, lanjutnya, akan tetap mengalami penguatan pada tahun 2016 sehingga membuat pelemahan mata uang di Asia termasuk kurs rupiah.

"Namun, ini disebabkan karena penguatan dolar AS terhadap mata uang yen Jepang dan euro," katanya.

Gundy menuturkan hal tersebut dikarenakan adanya monetary policy divergence yakni kebijakan moneter di antara tiga negara ekonomi dunia yakni The Fed, Bank of Japan, dan European Central Bank.

Bank of Japan (BoJ) saat ini masih dalam tahap melakukan kebijakan quantitative easing (QE) hingga 2016. Hal itu dilakukan untuk me dorong perekonomian negara Matahari Terbit.

Sementara itu, hal yang sama juga dilakukan oleh European Central Bank (ECB) dalam mendorong perekonomiaan dengan tetap melaksakan kebijakan QEnya.

Namun, saat ini Amerika tidak lagi melakukan kebijakan QE dan akan memperketat kebijakan moneternya.

"Dolar menguat bukan karena semata-mata Fed akan menaikkan suku bunga tetapi kerena Fed akan meningkatkan suku bunga disaat yang bersamaan Jepang dan Eropa masih mencetak uang atau melaksanakan QE mereka. Ini ada divergen kebijakan moneter antara tiga negara ini," terang Gundy.

Secara teori, begitu banyak uang yang dicetak dari kebijakan QE akan berdampak pada penurunan nilai mata uang itu. Ini yang terjadi di dunia sekarang, secara otomatis nilai mata uang Japanese Yen dan Euro akan melemah dibandingkan dolar AS.

"Jadi walaupun The Fed menunda kenaikan suku bunga ASnya pada tahun depan, karena hal ini akan terus menguat terhadap Yen dan Euro. Kalau Amerika terus menguat, Euro dan Yen terus melemah, maka Asia akan terus ditengah-tengah. Mata uang asia begerak di tengah-tengah enggak selemah Yen Euro dan enggak sekuat dolar AS," tutur Gundy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper