Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo mengatakan data pasokan dari International Rubber Study Group (IRSG) yang memperkirakan jumlah stok terlalu tinggi berimbas terhadap pasar.
Meski mengakui pasokan karet saat ini terjadi oversupply, lanjut Moenardji, selisih antara pasokan dan permintaan tidak dalam jumlah yang berlebihan.
Selama ini International Rubber Study Group (IRSG) selalu memperkirakan stok level terlalu tinggi. Adapun, koreksi stok yang dilakukan oleh badan statistik data karet tersebut selalu terlambat satu kuartal.
“Mereka selalu meninggalkan impresi yang salah kepada pasar bahwa stoknya ini luar biasa besarnya. Selisihnya cukup jauh, bisa berbeda beberapa ratus ribu ton. Akibatnya, telah mengimbas pasar,” kata Moenardji, Jumat (18/9/2015).
Selama Agustus lalu, harga karet terus menurun dengan harga rata-rata mencapai US$142/metrik ton pada Agustus lalu. Posisi harga tersebut menjadi yang paling rendah selama periode Januari – Agustus 2015. Pada Agustus 2015, harga karet turun sebesar 13,41% dibanding rata-rata harga pada bulan Juli sebesar US$164/metrik ton.
Sementara itu, untuk memulihkan kondisi harga, International Tripartite Rubber Council yang beranggotakan tiga negara produsen karet yaitu Indonesia, Thailand, dan Malaysia masih tetap akan menjalankan langkah penyerapan pasokan dari dalam negeri dan melakukan peremajaan tanaman.
Peremajaan pohon-pohon karet tua, akan menimbulkan penurunan produksi. Namun, lanjut Moenardji, dengan tertekannya harga pada saat ini, juga menyebabkan petani mengurangi produksinya. Sehingga secara keseluruhan terjadi penurunan produksi.
“Pada akhirnya harus berefek kepada harga, tapi masih belum. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan di pasar, karena ekonomi global dan sebagainya.”