Bisnis.com, JAKARTA—Nilai tukar rupiah yang terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) disinyalir disebabkan oleh ‘permainan’ oknum yang memiliki kepentingan tertentu.
Chairman Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) Christianto Wibisono menyatakan ada ‘George Soros’ lokal yang mempermainkan rupiah, sehingga terus melemah terhadap mata uang Negeri Paman Sam itu.
Motif ‘Soros’ lokal dalam mempermainkan perekonomian nasional ini ditengarai memiliki tendensi politik untuk menjatuhkan pemerintah.
Seperti diketahui, George Soros merupakan sosok yang membangkrutkan Bank Sentral Inggris pada 16 Desember 1992 dengan mempermainkan poundsterling.
Setelah krisis moneter 1998, saat ini Indonesia kembali diguncang permainan spekulasi oleh ‘Soros lokal’. “Soros Indonesia tengah menggempur rupiah,” kata Wibisono di Jakarta, Selasa (16/6/2015).
Menurutnya, ‘George Soros’ lokal ini memiliki contract for difference (CFD) sebesar US$10 miliar, hanya dengan modal US$250 juta guna menyudutkan rupiah, dengan strike position Rp13.800/dolar AS. Sejauh ini, BI sendiri belum melarang CFD tersebut.
Situasi ekonomi Indonesia yang melemah saat ini memungkinkan pihak-pihak lokal yang ingin menjatuhkan fundamental ekonomi nasional dan memanfaatkannya demi kepentingan tertentu. “Kalau ini [di Indonesia], seolah-olah disengaja ikut memperlemah,” katanya.
Hal itu disebabkan salah satunya oleh perdagangan valuta asing (valas) tidak dapat dikontrol oleh siapapun, termasuk Bank Indonesia.
Ketika wartawan mempertanyakan apakah perekonomian nasional yang melemah ini ada yang mempermainkannya, Christianto Wibisono menjawab bahwa situasi saat ini seperti halnya George Soros yang melakukan serangan terhadap poundsterling pada 1992.
Seperti 1998, tidak ada yang menyangka rupiah bisa jeblos ke Rp17.000/dolar AS.
Di tahun ini, selain karena transaksi valas, pelemahan rupiah juga karena pemain bisnis nasional kurang memanfaatkan rupiah sebagai alat transaksi. “Yang memainkan rupiah kan sedikit, lebih banyak dolar,” katanya.
Wibisono menganalisa ketidakpercayaan masyarakat terhadap perekonomian nasional juga dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjatuhkan nilai rupiah. “Pertama, faktor rupiahnya juga naik turun. Kedua, faktor internal Indonesia kurang bagus. Dan, ketiga, faktor psikologi itu,” katanya.
Faktor psikologi di masyarakat ini, yang menyebabkan nilai rupiah melemah, karena dolar menguat akibat banyak yang menyimpan. Selain itu, faktor ‘George Soros’ lokal ikut andil dalam melemahkan rupiah.
Menurutnya, motif ‘George Soros’ lokal mempermainkan perekonomian Indonesia dengan melemahkan rupiah adalah tendensi politik, yakni menjatuhkan pemerintahan saat ini. “Ya politik. Secara politik kan kalau rupiahnya ambruk pemerintahnya ambruk, seperti zaman Soeharto,” ujarnya.
Namun, spekulasinya, kelakuan ‘George Soros’ lokal hanya ingin menggoyahkan pemerintahan saat ini. Oleh karena itu, menurut Wibisono, Bank Indonesia dan pemerintah harus melakukan berbagai upaya dalam mencegah pelemahan rupiah yang bisa berdampak buruk bagi perekonomian nasional.
“Pembangunan harus berjalan terus, termasuk memberikan kepastian ekonomi,” ujarnya.
Selain itu, Bank Indonesia harus segera turun tangan dengan mewajibkan eksportir mengonversi devisa ekspornya ke rupiah dan menjadi market maker untuk transaksi pasar swap.