Bisnis.com, JAKARTA— Industri keramik diperkirakan masih akan mengalami turbulensi di tahun ini. Depresiasi mata uang rupiah yang berpotensi terus terjadi akan membuat ongkos produksi membengkak.
Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan PT Arwana Citramulia Tbk. Rudy Sujanto mengatakan produsen keramik menggunakan gas alam yang dibeli dalam mata uang dolar Amerika Serikat untuk melakukan aktivitas produksi.
“Nilai tukar rupiah di kisaran Rp12.500 cukup membahayakan emiten keramik,” katanya kepada Bisnis.
Guna mengantisipasi persoalan tersebut, emiten berkode ARNA ini akan menurunkan kuantitas gas guna mempertahankan margin laba. Caranya, perseroan melakukan upgrade teknologi mesin spray drier dan kiln di pabrik 3 di Gresik agar bisa menggunakan gas secara efisien.
Langkah ini sudah diterapkans sejak pertengahan 2014. Di pabrik P1, P2, dan P3 ARNA melakukan efisiensi pemakaian gas dengan memasang heat recovery tambahan.