Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak Brent merosot pada Selasa (10/12/2013) pagi, menyusul berita produksi industri Jerman yang lebih lemah, sementara minyak mentah berjangka New York sedikit merosot.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, mengakhiri sesi perdagangan di US$97,34 per barel, turun 31 sen dari penutupan Jumat (6/12/2013).
Patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Januari, jatuh 2,22 dolar AS menjadi menetap di US$109,39 per barel di perdagangan London.
"Brent telah tergelincir di bawah US$110 karena aksi ambil untung dari reli pekan lalu ditambah dengan melemahnya permintaan Eropa telah menekan harga," kata David Madden, analis pasar di IG Traders.
Perekonomian Jerman, salah satu pendorong utama pemulihan di 17 negara zona euro melambat, dengan produksi industri menurun dan ekspor hampir berhenti.
“Patokan AS minyak mentah WTI diperdagangkan dalam kisaran sempit karena tidak banyak berita besar hari ini di pasar WTI, tidak banyak benar-benar data dari AS," kata Bart Melek dari TD Securities.
Pada awal perdagangan, katanya, WTI telah mendapat dukungan dari lonjakan yang lebih besar dari perkiraan dalam surplus perdagangan China yang diumumkan oleh pemerintah China pada Minggu (8/12/2013) karena ekspor melonjak hampir 13 persen dari setahun lalu.
Surplus perdagangan China pada November, yang terbesar dalam lima tahun, mengisyaratkan permintaan lebih baik dari negara-negara maju dan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat di China, konsumen energi utama dunia.
Carl Larry dari Oil Outlooks and Opinion mengatakan pasar minyak AS berada dalam mode jeda mencoba untuk menyesuaikan terhadap laporan pekerjaan November yang lebih kuat dari perkiraan pada Jumat lalu.
Data tenaga kerja yang positif tampak meningkatkan kemungkinan bahwa The Fed akan segera mulai mengurangi program stimulusnya, yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif.
Banyak analis memperkirakan The Fed akan menahan diri dari pengurangan QE pada pertemuan kebijakan moneter pekan depan, tetapi dapat mulai untuk memotong kembali pada awal tahun depan. (Antara/AFP)