Bisnis.com, JAKARTA— Beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditransaksikan melemah, bahkan dalam dua hari terakhir ini rupiah ditransaksikan di atas Rp10.000/US$.
Bank Indonesia pun telah menyatakan tidak akan melakukan intervensi valuta asing terus menerus.
Lalu, bagaimanakah dampak tekanan rupiah terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG)? Dan emiten mana saja yang akan terkena dampaknya?
Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang menilai pelemahan rupiah menjadi sentimen negatif bagi pergerakan IHSG untuk menguat lebih kencang.
Hal tersebut terjadi karena pelemahan rupiah yang terjadi berpotensi untuk menekan perolehan laba bersih sejumlah emiten, dan itu tentu bukan kabar yang baik pergerakan indeks.
“Banyak emiten yang mempunyai utang valas, baik untuk utang bank maupun obligasi. Selain itu juga menambah beban bagi emiten yang berbahan baku impor, padahal mereka menjual produknya dalam rupiah,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (16/7/2013).
Sejumlah emiten yang dinilai ikut tertekan dengan pelemahan rupiah adalah sektor perbankan, properti, otomotif, farmasi, dan pertambangan.
“Untuk tambang, meskipun mereka berpenghasilan dalam dolar AS, tetapi karena harga jual rata-rata komoditas jatuh, revenue juga menurun, sehingga net profit juga bisa turun. Kalau emiten itu punya utang besar dalam dolar AS, maka dampaknya akan lebih besar lagi akibat interest payment yang besar, sementara revenue turun,” jelasnya.
Berdasarkan indeks valas di Bloomberg pada siang ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditransaksikan melemah 0,04% ke Rp10.078/US$ pada pukul 11:43 WIB. (ltc)