Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pagi ini, Senin (15/7/2013) masih ditransaksikan melemah bahkan kembali tembus di atas Rp10.000.
Pada pekan lalu, Bank Indonesia telah menaikkan tingkat suku bunga acuan (BI rate) menjadi 6,5% dari sebelumnya 6%. Selain untuk mengendalikan laju inflasi, hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus melemah pada beberapa waktu terakhir.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Apa yang dapat dilakukan lagi untuk mengendalikan pelemahan nilai tukar tersebut?
Lie Ricky Ferlianto, Kepala Divisi Research and Business Development, menilai kebijakan yang diambil BI sudah tepat. Namun, dia menilai pelemahan yang terjadi terhadap rupiah karena terbawa situasi global.
Secara umum, lanjut dia, nilai tukar dolar AS memang masih kuat terhadap sebagaian besar mata uang Asia.
“Jadi, saya pribadi menilai pelemahan rupiah bukan karena faktor internal, tetapi karena ikut tertekan kondisi global. Dolar AS kan sedang menguat terhadap rata-rata mata uang Asia,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (15/7/2013).
Adapun, untuk mengantisipasi pelemahan rupiah agar tidak terus berlanjut, dia menilai pemerintah sebaiknya meningkatkan ekspor dan menekan laju impor agar cadangan devisa juga ikut meningkat.
Sementara itu, terkait penguatan dolar AS, dia melihat hal itu terjadi seiring dengan kondisi ekonomi AS yang mulai pulih.
“Sebelumnya, AS kan sempat krisis, sehingga motor ekonomi global lari ke Asia yang dipimpin China. Sedangkan sekarang kondisinya berbalik. Terjadi perlambatan ekonomi di China, sehingga dolar pun ikut menguat,” paparnya.
Seperti diketahui, pada pagi ini pukul 09:02 WIB, nilai tukar rupiah melemah 0,18% ke Rp10.009/US$. Bahkan, berdasarkan indeks valas Bloomberg pada pukul 09:35 WIB, rupiah terus tertekan 0,34% hingga tembus Rp10.025/US$.