BISNIS.COM, JAKARTA-Rencana penaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi (BBM) yang diperkirakan akan memicu inflasi hingga menembus 7,8% di akhir tahun, bakal menekan fundamental indeks harga saham gabungan (IHSG).
Analis Etrading Securities, Andrew A, mengatakan, proyeksi tingkat inflasi itu akan berdampak buruk terhadap kinerja fundamental bursa karena akan menghambat upaya pengembangan usaha perusahaan.
"Sektor keuangan dan properti kemungkinan akan terkena langsung imbasnya. Sektor keuangan misalnya akan lebih sulit untuk menyalurkan kreditnya, karena debitur akan berpikir dua kali untuk melakukan pinjaman,” katanya, Rabu (15/5/2013).
Dia menjelaskan kenaikan tingkat inflasi akan memicu kenaikan tingkat suku bunga acuan (BI rate). Jika diasumsikan tingkat inflasi akhir tahun 7,8% maka idealnya suku bunga acuan harus di atas angka 8%.
Dari kenaikan suku bunga acuan itu akan berimbas terhadap raihan laba bersih perusahaan-perusahaan yang menerbitkan surat utang (obligasi) dengan bunga tidak tetap (floating), karena bunga bunga obligasi yang membengkak.
Andrew mengungkapkan meski dalam jangka pendek efek inflasi akibat kenaikan harga BBM cukup besar, dalam jangka panjang efeknya akan menjadi sentimen positif terhadap anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
"Dengan berkurangnya anggaran konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah dapat leluasa untuk mengalokasikan dana segar tersebut untuk ke sektor-sektor yang lebih produktif". (29/yus)