JAKARTA--Otoritas Jasa Keuangan tidak berhak mengatur aksi perusahaan tertutup yang berupaya mengubah status menjadi perusahaan publik tanpa melalui penawaran umum perdana saham (backdoor listing)
Sejumlah emiten ditengarai ramai-ramai menjadi alat bagi perusahaan tertutup melakukan aksi backdoor listing melalui penerbitan saham baru (right issue). Paling tidak ada empat emiten dengan total nilai penerbitan saham baru sebesar Rp8,02 triliun pada awal tahun ini.
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal dan Anggota Dewan Komisioner OJK, mengatakan pada prinsipnya siapapun bisa menjadi pemegang saham perusahaan publik tanpa harus melalui persetujuan regulator, begitupun halnya dengan aksi right issue dan akuisisi.
“Pemegang saham perusahaan listed [tercatat] tidak harus mendapat persetujuan dan diteliti oleh OJK. Begitu juga halnya dengan skema right issue,” ujarnya, Kamis(21/2)
Regulator hanya mewajibkan emiten untuk menerbitkan informasi rinci terkait perusahaan tertutup yang bertransaksi dan turut menjadi bagian dari emiten tersebut. Hal itu dilakukan sebagai upaya perlindungan investor dengan memberikan pencerahan terhadap keputusan investasinya.
“Karena akan berpengaruh kepada kinerja emiten, maka kami hanya mewajibkan mereka [emiten] untuk men-disclouse kondisi utuh perusahaan yang akan diakuisisi seolah-olah seperti prospektus mau IPO,” tuturnya.
Berdasarkan data OJK, PT Toko Buku Gunung Agung Tbk berniat melakukan right issue dan mengubah bisnis intinya demi mewujudkan mimpi PT Permata Energy Resources menjadi perusahaan publik.
Adapun, nilai right issue sebesar Rp480 miliar dengan harga penawaran Rp500 per saham. Pembeli siaga saham baru tersebut ialah PT Permata Prima Energi yang berpotensi menjadi pemegang mayoritas hingga 94,86% modal disetor.
PT Trimegah Securities Tbk juga mengantongi pesanan atas penerbitan saham barunya dari Advance Wealth Finance Ltd, anak usaha Northstar Equity Partners Ltd. Perseroan menargetkan dana senilai Rp345,43 miliar yang sebagian besar digunakan untuk modal kerja.
PT Perdana Karya Perkasa Tbk juga telah memiliki pembeli siaga atas penerbitan saham barunya, yakni perusahaan investasi asal Singapura Fundamental Resources Pte Ltd.
Terakhir, PT Centrin Online Tbk smenerbitkan saham baru senilai US$70 juta untuk memuluskan strategi backdoor listing Grup Northstar terhadap anak usahanya PT Retower Asia.
Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia Satrio Utomo menyebutkan upaya backdoor listing seringkali dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki prospek yang baik atau nilai perusahaannya rendah, sehingga perusahaan mengambil jalan selain melakukan penawaran umum perdana saham.
“Biasanya kualitas perusahaan tidak terlalu bagus sehingga ragu kalau melakukan IPO nanti nilai sahamnya tidak tinggi. Atau bisa juga karena kebutuhan dananya tanggung untuk IPO,” ujar Satrio kepada Bisnis.
Pelaksanaan backdoor listing melalui skema right issue seringkali berdampak negatif terhadap pemegang saham publik karena dipaksa menerima upaya pembelian perusahaan yang tidak berkualitas.
Untuk itu, dia mengimbau OJK sebagai regulator pasar modal menyusun aturan terkait prasyarat batasan minimum modal yang harus disetor dalam melakukan akuisisi. Selain itu, dia meminta otoritas untuk menyediakan penanggung jawab berupa lembaga penilai agar akuisisi dilakukan dengan harga wajar.
Di sisi lain, analis saham PT Henan Putihrai Ibnu Anjar Widodo berpendapat lain. Menurut dia aksi backdoor listing tidak berdampak merugikan pihak manapun. Pasalnya, transaksi emiten dengan perusahaan tertutup itu dilakukan dengan lembaga penilai yang menerbitkan nilai wajar.
Terkait kerugian investor ritel, tambahnya, pemegang saham baru akan mengalami kerugian berupa saham yang terdilusi jika tidak mengeksekusi haknya dalam proses right issue.(if)