Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IBPA: Emisi Obligasi 2013 bisa tembus Rp60 triliun

JAKARTA – Rencana penerbitan obligasi berkelanjutan pada tahun depan diperkirakan tetap prospektif  dan bisa mencapai Rp55 triliun hingga Rp60 triliun, mengingat masih besarnya kebutuhan dana untuk refinancing obligasi korporasi yang jatuh tempo sekitar Rp20,3 triliun.
 
Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Fakhrul Aufa mengatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masih maraknya penjaminan emisi obligasi tahun depan selain tingginya kebutuhan refinancing perusahaan untuk melakukan emisi kembali.
 
Antara lain, masih berlanjutnya kebijakan moneter longgar (Quantitative Easing) di pasar global yang menekan suku bunga menjadi rendah. Hal ini berimbas pada semakin murahnya dana yang dikeluarkan perusahaan penerbit obligasi sehingga issuance obligasi pun akan semarak.
 
Selain itu, atraktifnya kupon (yield) yang ditawarkan instrumen surat utang dibanding instrumen lainnya, serta peningkatan kepemilikan obligasi korporasi oleh investor asing akan mendorong tingginya permintaan.
 
“Bila inflasi masih terjaga dan BI rate masih dalam trend rendah, penerbitan obligasi berkelanjutan di level Rp55 triliun dan Rp60 triliun tahun depan tampaknya akan tercapai. Apalagi akan ada minimal Rp20,3 triliun kebutuhan untuk refinancing,” ucapnya kepada Bisnis, Minggu (11/11/2012).
 
Sementara itu, hingga pertengahan Oktober tercatat 56 issues dengan nilai obligasi sebesar Rp51,07 triliun. Dari perolehan tersebut, PT Indo Premier Securities masih mendominasi dengan menguasai pasar sebesar 14,8%, disusul oleh PT Mandiri Sekuiritas yang memiliki market share 12,4%, serta Standard Charter PLC dengan market share sebesar 10,2%.
 
Fakhrul mengatakan, dari total penerbitan obligasi baru korporasi tersebut, sebagian besar masih didominasi oleh sektor multifinance yang mencapai level di angka 46,86%.
 
Menurutnya, trend issuence atau penerbitan obligasi dari perusahaan multifinance di tahun depan masih cukup besar meskipun adanya aturan uang muka minimum. Dampak dari aturan tersebut memang menyebabkan penurunan permintaan karena adanya penyesuaian kondisi namun hal tersebut hanya bersifat jangka pendek.
 
Sementara untuk jangka panjang, bisnis pembiayaan masih akan positif. Pasalnya, aturan tersebut tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit untuk menengah buble pada sektor tersebut.
 
“Multifinance masih akan mendominasi penerbitan obligasi korporasi tahun depan karena membutuhkan pendanaan untuk ekspansi bisnis.”
 
Hal senada di sampaikan oleh Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas Handy Yuniarto yang masih memperkirakan perusahaan finance baik multifinance maupun perbankan akan aktif menerbitkan obligasi, terutama dengan tenor yang relatif pendek.
 
Hal tersebut didorong oleh masih kuatnya permintaan otomotif akibat rendahnya suku bunga dan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat  sehingga kebutuhan refinancing dan pembiayaan pun akan terus bertumbuh.
 
“Perusahaan finance (multifinance dan perbankan) kemungkinan masih akan mendominasi, khususnya perusahaan yang aktif menerbitkan obligasi dengan tenor yang relatif pendek,” ujarnya.
 
Sementara itu, Direktur PT Indo Premier Securities Rayendra L Tobing mengatakan permintaan dari perusahaan pembiayaan tahun depan tidak seagresif tahun ini karena banyak perusahaan multifinace yang mengerem kebutuhan pembiayaan akibat aturan uang muka yang diberlakukan beberapa waktu lalu.
 
“Ada kemungkinan menurun untuk obligasi multifinance dengan adanya aturan DP,” ucapnya, tanpa merinci penurunan nilai tersebut.
 
Meski demikian,  manajemen Indo Premier Securities masih optimistis dapat menguasai pasar untuk kegiatan underwriting obligasi pada tahun depan seperti pada tahun ini yang masih menempati posisi pertama dengan pangsa pasar 14,8%.
 
Sementara Mandiri Sekuritas, hingga saat ini sudah menjamin penerbitan obligasi sebanyak 17 perusahaan dengan market share 12,4%, dimana 35% diantaranya merupakan perusahaan multifinance dan perbankan, di samping perusahaan telekomunikasi, multifinace, dan properti.
 
Namun sayangnya, Handy masih enggan menyebutkan secara detail rincian target pada 2013. “Kami masih akan berusaha, dan berharap bisa mempertahankan posisi yang sama di tahun depan,” tuturnya. 
 
Berbeda dengan Fakhrul yang memperkirakan obligasi jatuh tempo sebesar Rp20,3 triliun pada tahun depan, Handy memprediksi akan ada sekitar Rp22 triliun obligasi korporasi yang jatuh tempo pada 2013 dengan asumsi penerbitannya di atas Rp50 triliun.
 
Sementara pada tahun ini, diperkirakan issuences akan lebih dari Rp50 triliun sementara yang jatuh tempo sebesar Rp26 trilun sehingga outstandingnya akan bertambah sekitar Rp24 triliun.
 
“Tahun depan, trend outstanding obligasi korporasi terus meningkat karena total issuence lebih besar dibanding yang jatuh tempo,” ucapnya.
 
(faa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Dara Aziliya

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper