JAKARTA: Kinerja perusahaan batu bara diprediksi masih suram hingga akhir tahun di tengah harga komoditas bahan bakar pembangkit listrik stagnan akibat lemahnya permintaan ekspor.
Riset PT Bahana Securities yang dirilis Selasa (11/9) menyebutkan prospek negatif sektor batu bara akibat perlambatan ekonomi di 4 negara importir batu bara terbesar, China, Jepang, Korea Selatan dan India dan krisis utang Eropa yang berlarut-larut.
Berdasarkan catatan Bahana, pertumbuhan ekonomi China kuartal kedua 2012 dibandingkan periode sama tahun lalu masih di bawah 8%. Di saat yang sama, produk domestik bruto (PDB) Jepang dan Korea Selatan juga melemah dengan pertumbuhan 1,4% dan 2,4% (year-on-year).
Akibat pengurangan permintaan dari Asia Pasifik dan Eropa, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat ekspor batu bara nasional semester I-2012 turun 19% menjadi 137 juta ton.
"Selain itu, sektor batu bara Indonesia akan terganggu akibat rencana pemerintah untuk menaikkan royalti bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)," ujar Irwan Budiarto, analis batu bara Bahana dalam riset tersebut.
Di sisi lain, permintaan batu bara dari China juga akan terganggu selama kuartal ketiga dan keempat tahun ini karena negara tersebut memilih pembangkit listrik tenaga air (hydropower) seiring datangnya musim hujan.
"Selama 3 bulan terakhir, produksi pembangkit listrik tenaga air China naik 19% hingga 34% sementara hasil dari PLTU yang menggunakan batu bara thermal turun 2% hingga 5%,” ujarnya.
Sehubungan kondisi itu, hasil riset memperkirakan impor China turun perlahan pada semester kedua tahun ini karena menyempitnya selisih harga antara produk domestik dan batu bara internasional. (07/yus)