SINGAPURA: Rupee India memimpin penguatan mata uang Asia setelah Jermanmendukung rencana Bank Sentral Eropa untuk membeli obligasi dan meredakankekhawatiran krisis utang yang berpengaruh pada permintaan ekspor dari Asia.Biaya pinjaman yang meningkat di Eropa telah menekan permintaan barang dariAsia, sementara Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi berupayamenekan imbal hasil obligasi dengan rencana pembelian utang yang diumumkanpekan lalu.
Data ekspor Taiwan diperkirakan turun pada Juli, sementara dataMalaysia diperediksi menunjukkan perlambatan penjualan pada Juni. “Sentimen risiko meningkat, sehingga mendorong harga saham dan mata uangAsia. Mata uang regional diperkirakan masih berfluktuasi karena masalahutang Eropa masih menjadi faktor pendorong pasar,” ujar Tohru Nishihama,ekonom Dai-ichi Life Research Institute Inc di Tokyo, Selasa (7/8/2012)Menurut data yang dikompilasi Bloomberg, rupee naik 0,3% menjadi 55,34 perdolar AS pada pukul 9:05 di Mumbai. Won Korea Selatan menguat 0,2% menjadi1.126,80 dan mata uang Taiwan naik 0,1% menjadi NT$29,937. Pada saat yangsama, baht Thailand naik 0,1% menjadi 31,48 per dolar AS.Dolar Taiwan dan baht Thailand terapresiasi selama 2 hari berturut-turutkarena menurut data bursa, investor asing mencatat beli bersih saham senilaiUS$422 juta. Won menguat karena investor asing membeli bersih saham senilaiUS$313 juta. Harga saham pada Indeks MSCI Asia Pacific naik ke leveltertinggi 3 bulan.Survei Bloomberg memperkirakan ekspor Taiwan turun 7,7% pada Juli, penurunanterbesar sejak Januari dan kontraksi keenam dalam 7 bulan. Survei jugamemprediksi penjualan ekspor Malaysia meningkat 3,1% pada Juni dibandingkanperiode sama tahun lalu, setelah naik 6,7%.Ringgit Malaysia masih diperdagangkan di sekitar 3,1055 per dolar AS setelahmencapai 3,0989, level terkuat sejak 16 Mei.
Sementara itu, rupiah merosot 0,1% menjadi 9.468 per dolar AS sedangkan yuan China naik 0,1% menjadi 6,3703 per dolar AS. Pasar finansial Filipina tutup setelah hujal lebat yangmengakibatkan banjir di ibukota dan sejumlah provinsi.“Negara yang bergantung ekspor seperti Malaysia akan tertinggalpertumbuhannya dibandingkan negara seperti China, Indonesia dan India,” ujarNizam. (Bloomberg/if)