Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Volatilitas Rupiah Terendah di Asean

Volatilitas rupiah sepanjang awal tahun hingga Maret masih lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara-negara berisiko tinggi (fragile five) dan di kawasan Asean.
Petugas memindahkan uang di cash center'Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (15/5)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Petugas memindahkan uang di cash center'Plaza Mandiri, Jakarta, Senin (15/5)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Bisnis.com, JAKARTA--Volatilitas rupiah sepanjang awal tahun hingga Maret masih lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara-negara berisiko tinggi (fragile five) dan di kawasan Asean. 
 
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengungkapkan volatilitas rupiah hanya sekitar 8%, sementara mata uang di negara tercatat lebih tingg. Dari data BI, volatilitas real Brazil mencapai 15%, peso Mexico 13%, lira Turki 8,8% dan rubel Rusia 14%.
 
Bahkan jika dibandingkan volatilitas negara Indonesia juga termasuk paling rendah. Volatilitas won Korea Selatan mencapai 9%, ringgit Malaysia 9,3%, peso Filipina 8,2% dan baht Thailand 9%.
 
"Jadi yang penting sebenarnya volatilitas karena bagi pengusaha apakah [mata uang] itu menguat atau melemah, yang penting mereka punya waktu untuk melakukan adjustment," tegas Doddy, Rabu (14/3/2018).
 
Dengan demikian, dia menegaskan BI perlu menjaga volatilitas rupiah. Selain volatilitas, BI juga mengawasi pergerakan pelemahan rupiah yang terjadi sejak awal Maret. Sejak awal bulan ini, rupiah tercatat melemah hingga 0,27%. 
 
Dari catatan BI itu, rupiah tercatat memiliki nilai pelemahan yang cukup rendah dibandingkan mata uang beberapa negara fragile five, di mana pelemahan peso Brazil tercatat 0,28%, lira Turki melemah 0,32%, rubel Rusia 0,49% 
 
"Jadi pergerakan rupiah tidak terlalu dalam, pelemahan rupiah lebih kecil. Beberapa hari terakhir, kita melihat rupiah relatif terkendali," tambah Doddy. 
 
Selama empat hari berturut-turut, rupiah telah menguat hingga ke level Rp13.734 per dolar AS. Menurut BI, penguatan rupiah terjadi karena data ekonomi AS seperti data nonfarm payroll dan inflasi tidak setinggi yang diperkirakan. 
 
Selain itu, Doddy memaparkan pelaku pasar di dalam negeri meyakini bahwa komitmen BI untuk terus menjaga stabilitas rupiah sangat kuat sehingga aksi jual rupiah tidak berlanjut.  Morgan Stanley mencatat rupiah sepanjang 12 bulan ke depan akan tetap tidak berubah atau terdepresiasi hingga 5%. Namun, rupiah akan kembali menguat sekitar 1,6% dari level saat ini pada kuartal I/2019. Adapun, level yang diperkirakan tersebut mencapai Rp13,525 per dolar AS. 
 
Menurut Morgan Stanley, penguatan tersebut dipengaruhi kondisi dolar yang melemah pada awal tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper