Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan Senin (7/7/2025) waktu setempat, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif impor tinggi terhadap Jepang, Korea Selatan, dan sejumlah mitra dagang lainnya.
Berdasarkan data Reuters pada Selasa (8/7/2025), indeks S&P 500 turun 49,39 poin atau 0,77% ke level 6.230,76. Indeks Nasdaq Composite melemah 183,18 poin atau 0,89% ke 20.417,92. Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average merosot 421,03 poin atau 0,95% ke posisi 44.400,64.
Pekan lalu, baik Nasdaq maupun S&P 500 mencatatkan rekor penutupan tertinggi dalam tiga sesi berturut-turut, ditopang oleh data tenaga kerja yang solid pada Kamis (3/7/2025).
Penurunan indeks semakin dalam setelah Trump mengumumkan tarif baru terhadap impor dari Jepang dan Korea Selatan, yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025. Pasar saham kembali terguncang pada sesi perdagangan sore ketika Trump menambahkan daftar negara yang akan dikenai tarif tinggi, termasuk Malaysia, Kazakhstan, Afrika Selatan, Laos, dan Myanmar.
Emily Roland, Co-Chief Investment Strategist di Manulife John Hancock Investments, Boston menjelaskan, pasar sebelumnya mengindikasikan bahwa risiko tarif sudah berada di puncaknya. Namun, dengan isu tarif kembali mencuat, investor menjadi lebih waspada.
Menurut Roland, pelaku pasar masih berharap pengumuman tarif tersebut belum bersifat permanen.
Baca Juga
“Polanya selama ini memang begitu, tarif diumumkan dengan nada tegas, lalu perlahan dikendurkan. Bisa jadi ini bagian dari fase negosiasi tarik-ulur berikutnya,” tambahnya.
Investor juga menanti pengumuman kebijakan perdagangan lainnya setelah Trump pada Minggu (6/7/2025) menyatakan AS tengah berada di ambang beberapa kesepakatan dagang. Negara-negara mitra akan diberi pemberitahuan soal tarif baru sebelum 9 Juli, dengan pemberlakuan efektif pada 1 Agustus.
Pada Senin, Trump juga mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara-negara yang dinilai mendukung kebijakan “anti-Amerika” dari kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Pada awal April lalu, indeks saham sempat bergejolak setelah Trump mengumumkan tarif dasar sebesar 10% untuk sebagian besar negara, serta tambahan tarif hingga 50%. Beberapa hari setelah itu, Trump mengumumkan jeda selama 90 hari untuk implementasi kebijakan tersebut.
Nasdaq sempat masuk ke wilayah bearish—turun lebih dari 20% dari puncak terbarunya—sementara S&P 500 nyaris mengikuti. Namun, kedua indeks telah pulih dan kembali mencetak rekor baru pada akhir Juni.
Kebijakan tarif Trump juga memicu kekhawatiran inflasi, yang pada akhirnya memperumit langkah bank sentral AS (The Fed) dalam menurunkan suku bunga. Risalah rapat The Fed bulan Juni yang dijadwalkan rilis Rabu (9/7) diperkirakan akan memberikan gambaran lebih lanjut terkait prospek kebijakan moneter ke depan.
Berdasarkan data dari alat FedWatch milik CME Group, pelaku pasar memperkirakan peluang sebesar 95% bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada Juli. Adapun peluang pemangkasan suku bunga pada September diperkirakan mendekati 60%.
Fokus investor juga tertuju pada kebijakan pemotongan pajak dan paket belanja pemerintah yang baru saja disahkan Trump akhir pekan lalu. Kebijakan tersebut diperkirakan akan menambah defisit anggaran AS lebih dari US$3 triliun dalam satu dekade mendatang.